Senin, September 24, 2007

MSG Membuat Masakan ”Umai, Umai, Umai...”

Kikunae Ikeda (8 Oktober 1864 – 3 Mei 1936)

DALAM sejarah bumbu rasa, peran senyawa glutamat memang sangat penting. Dari semua makanan dan bumbu yang kaya akan glutamat, saus ikan sudah sejak lama digunakan. Pada zaman kebudayaan Yunani dan Romawi Kuno, saus ikan secara luas digunakan sebagai bumbu. Seperti halnya anggur dan minyak goreng, saus ikan merupakan komoditas penting. Perdagangan saus ikan sebagai bumbu sudah dilakukan sejak abad ke-7 SM.

Di sepanjang pantai Mediterania ditemukan sisa-sisa reruntuhan sejumlah pabrik pengasinan ikan (fish-pickling) berukuran besar. Dari studi ditemukan, di pantai tersebut terdapat lebih dari 100 unit pabrik dan saus ikan didistribusikan dengan cara diangkut menggunakan kapal-kapal besar yang diberi nama amphorae. Penggalian arkeologi menemukan bahwa amphorae memuat detail mengenai tingkat produk, pabrik, dan ramuan yang digunakan.

Pada abad ke-7, nama bumbu saus ikan ini adalah garum. Berdasarkan catatan, pada tahun 968 diketahui bahwa Kaisar Bizantium, Nikephoros II, menjamu utusan Paus Otto I dengan kambing guling yang diberi bumbu bawang, bawang Bombai, dan garum. Pada abad ke-11, garum menghilang dari meja makan di Eropa. Namun, kemudian garum ditemukan di sejumlah biara. Para biarawan memberlakukan garum sebagai ”obat rahasia” dengan efek meningkatkan nafsu makan (appetite-enhancing effect).

Saus ikan asin diklaim sudah ada sejak 2.500 tahun silam. Ini berarti, soal bumbu penyedap rasa, manusia sudah mengenalnya sejak lama. Hingga abad ke-19, bumbu masak masih diperoleh dengan cara-cara alami yakni mengolah bahan-bahan yang tersedia kemudian dijadikannya ramuan bumbu, seperti garam, merica, rempah-rempah, kaldu, atau bahan-bahan lainnya. Namun, begitu memasuki abad ke-20, perkembangan bumbu penyedap masakan memasuki tahap penting dengan ditemukannya monosodium glutamate (MSG) atau di Indonesia populer dengan nama vetsin atau mecin.

Adalah Prof. Kikunae Ikeda, seorang guru besar di Universitas Kerajaan Tokyo, Jepang, yang berjasa menemukan MSG. Pria kelahiran 8 Oktober 1864 terusik pikirannya oleh rasa makanan. Menurutnya, ada satu rasa yang umum terdapat pada asparagus, buah tomat, keju, dan daging, tetapi bukan salah satu dari empat rasa yang yang sudah dikenal yakni manis, asam, pahit, dan asin.

Pada tahun 1907, Prof. Ikeda memulai eksperimennya untuk mengidentifikasi sumber rasa yang berbeda tersebut. Ia tahu bahwa sumber itu terdapat pada kaldu yang terbuat dari kombu (semacam ganggang laut) yang ia temukan pada masakan tradisional Jepang. Diawali dengan menghasilkan kaldu kombu dalam jumlah yang besar, ia berhasil mengekstrak kristal asam glutamat (atau glutamat). Glutamat adalah asam amino yang membangun gugus protein. Dari 100 gram kombu kering, bisa dihasilkan 1 gram glutamat.

Dari hasil ekstraksinya, Prof. Ikeda menemukan senyawa yang memiliki rasa berbeda dari empat rasa lainnya (manis, pahit, asam, asin). Ia kemudian menamakan rasa baru itu sebagai the fifth taste (rasa kelima) atau dalam bahasa Jepang disebut juga umami. Kata umami diperoleh Ikeda saat mendengar orang-orang Jepang menyebut “umai, umai, umai,” yang berarti “lezat”. Dari hasil penelitian itu terungkap bahwa rasa lezat disebabkan oleh molekul glutamin yang merupakan senyawa turunan dari glutamat (GLU) dan menjadi bahan dasar MSG. Ia melaporkan penemuan dan hipotesisnya tentang the fifth taste ini pada tahun 1909 dalam The Journal of the Chemical Society of Tokyo. Namun, terjemahan mengenai tulisan tersebut telah dipublikasikan hampir satu abad kemudian, yakni pada tahun 2002.

Prof. Ikeda memutuskan membuat bumbu dengan menggunakan glutamat hasil isolasinya. Untuk menjadikannya sebagai bumbu (masak), glutamat harus terlebih dulu memiliki karakteristik fisik yang sama dengan bumbu yang sudah ditemukan sebelumnya. Seperti halnya gula dan garam, glutamat harus mudah larut dalam air, tapi tidak menyerap kelembapan sehingga mencair atau sebaliknya, mengeras. Prof. Ikeda menemukan bahwa monosodium glutamate (MSG) memiliki sifat sebagai benda yang awet disimpan dan memberi rasa yang kuat dan lezat.

MSG kemudian menjadi bumbu yang ideal karena tidak berbau atau bentuk teksturnya yang spesifik sehingga menjadikannya bisa digunakan untuk berbagai hidangan yang berbeda dan secara alami mampu meningkatkan selera makan. Akhirnya, hak paten hasil penelitian tersebut dijual kepada pabrik penyedap makanan Ajinomoto yang sampai sekarang merupakan produsen MSG terbesar di dunia.

Pengakuan terhadap umami sebagai satu rasa dasar diperoleh satu dekade setelah Ikeda mempersiapkan hipotesisnya, setelah unsur-unsur umami yang lain teridentifikasi --inosine 5'-monophosphate (IMP) dan guanosine 5'-monophosphate (GMP)-- serta uji respons rasa yang diteliti pada binatang dan manusia. Pada tahun 2000, Nirupa Chaudhari dan Stephen Roper, dua peneliti dari University of Miami School of Medicine, AS, berhasil mengidentifikasi rasa l-glutamate pada sel yang peka rangsangan. Hasil penelitian ini sekaligus mengusir keraguan dalam pengakuan rasa umami.

MSG kini digunakan secara luas dalam berbagai jenis makanan untuk menciptakan selera yang lembut dan kaya rasa. MSG dapat ditambahkan pada daging, ikan, unggas, sayuran, dan hidangan hasil laut. Di beberapa negara, MSG digunakan sebagai bumbu meja (table-top seasoning). Di Eropa Tengah, MSG menjadi dasar bagi bumbu salad yang populer. MSG juga hadir di hampir semua jenis makanan ringan (snack), mi instan, dan makanan berkuah lain.

Tak hanya Jepang, sejumlah negara seperti Cina, Korea Selatan, termasuk Indonesia kini memproduksi MSG. MSG diproduksi melalui peragian. Bakteri tertentu mengonversi tetes tebu atau saripati yang dihidrolisasi menjadi asam l-glutamik, yang kemudian dinetralkan dengan sodium hidroksida membentuk MSG. Sebelum peragian diadopsi, sumber utama dari asam l-glutamik adalah ekstrak dari zat perekat gandum, yang berisi sebanyak 25 persen berat asam amino. Prof. Ikeda meninggal dunia pada 3 Mei 1936, namun namanya tetap dikenang sejarah sebagai penemu dan pemegang hak paten MSG. (Syarifah, S.P.,/dari berbagai sumber)***


Sumber : http://www.pikiran-rakyat.com

Rabu, September 19, 2007

Rokok Kretek dan Etiketnya, Sebuah Kajian Historis

PERKEMBANGAN rokok kretek di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari tanaman tembakau dan cengkeh. Campuran kedua yang kadang-kadang dicampur lagi dengan kemenyan, merupakan rokok kretek khas Indonesia. Suatu hal yang menarik bahwa pada mulanya orang merokok bukan karena gengsi, aksi atau berhubungan dengan penampilan, bahkan kejantanan. Semua perokok mengatakan bahwa persekutuannya dengan rokok selalu diawali dengan rasa muak, batuk, pusing, dan perasaan tidak enak lainnya, tetapi toh mereka bersekutu juga dengan rokok. Meskipun bau asap rokok kretek sangat menyengat dan tidak mengenakkan bagi hidung orang Barat, tetapi orang bergurau itulah yang menyebabkan orang Barat mencari cengkeh dan menjadikannya salah satu ekspor utama Hindia Belanda.
Industri rokok kretek di Indonesia diperkirakan berkembang pada 1870 sampai 1880-an. Bentuk-bentuk rokok pada masa itu tidak seperti sekarang. Kretek dengan klobot merupakan kretek paling umum digunakan orang. Pada zaman Jepang atau tahun 1940-an beberapa merek rokok yang terkenal antara lain Kooa dan Mizuho, kemudian ada juga yang agak murah yaitu merek Semangat dengan tembakau yang konon bercampur dengan daun sawo yang dikeringkan (Fuad Hasan, 1987: ix).Perusahaan rokok kretek pertama di Indonesia adalah perusahaan rokok Mari Kangen di Sala, yang kemudian disusul oleh perusahaan rokok Sampoerna di Surabaya. Pada awal abad XX banyak perusahaan rokok kretek beroperasi di Kudus. Salah satu perusahaan yang terkenal adalah perusahaan rokok cap Bal Tiga yang dikelola oleh raja rokok Nitisemito. Sejak 1928 terjadilah perubahan penting dalam industri rokok kretek di Kudus, yaitu meluasnya wilayah industri menuju distrik Kudus, Tenggeles, Cendono, dan beberapa wilayah lain di Jawa.Pertengahan abad XX distribusi rokok kretek mulai menyebar ke luar pulau Jawa.
Selain itu, orang juga mengenal jenis rokok sigaret kretek (papier sigaretten), rokok kretek yang dibuat dengan menggunakan alat pelinting dan bahan pembungkus dari kertas (Onghokham, Amen Budiman, 1987: 114).Perkembangan industri rokok kretek itu sendiri juga tidak bisa dilepaskan dengan etiket rokok yang melekat pada masing-masing kemasan bungkus rokok yang diproduksi oleh suatu industri. Etiket rokok selain berfungsi sebagai jati diri sebuah industri rokok, juga menjadi alat promosi untuk menarik perhatian pembeli.
Dengan demikian etiket rokok juga menjadi instrumen pemasaran karena etiket rokok merupakan alat komunikasi pertama yang menjembatani antara produsen dan konsumen.Etiket rokok selain sebagai sebuah karya seni rupa juga mengandung sbeuah konsep komunikasi.
Apakah konsep komunikasi yang ada pada etiket rokok benar-benar berfungsi efektif dan berperan dalam mengubah perilaku seseorang dalam mengonsumsi rokok kretek?
Menurut penuturan beberapa perokok atau narasumber, mereka merokok kretek tidak banyak dipengaruhi oleh etiket rokok. Memang ada unsur ketertarikan seseorang untuk membeli rokok kretek tertentu akibat membaca atau melihat etiket rokok kretek di pasaran. Tetapi, unsur utamanya terletak pada rasa dan kenikmatannya. Tak heran bila banyak perokok, terutama yang bermukim di daerah pedesaan atau kota kecil, melakukan aktivitas merokok dengan cara melinting kretek sendiri. Perokok yang terikat merek tertentu menyatakan bahwa ikatan ini lebih banyak didasari oleh rasa dan kenikmatannya ketimbang pengaruh sebuah etiket atau merek.
Bagaimana perkembangan etiket rokok itu sendiri, khususnya dari segi seni rupa?
Rupanya tidak banyak sumber sejarah yang bisa menjelaskan perkembangan seni rupa etiket rokok. Dari berbagai gambar etiket rokok yang berkembang dari tahun ke tahun menunjukkan kecenderungan statis dan sederhana. Tidak ada perubahan drastis dari gambar tersebut. Sejak rokok kretek dipasarkan oleh suatu perusahaan sampai perusahaan itu tidak memproduksi lagi, hampir bisa dilihat bahwa tidak ada perubahan yang prinsipil dalam gambar. Bahkan kecenderungan untuk mempertahankan gambar awal yang diperkenalkan dalam etiket rokok itu terus dijaga. Perubahan kadang terjadi pada kemasan bungkus rokok atau warna etiket, bukan pada gambar utama yang dijadikan trade mark-nya. Etiket rokok kretek lebih memberikan kesan kepada konsumen untuk mudah diingat.Apabila dilihat dari gambar utama yang ada di etiket rokok dapat dibedakan dalam beberapa jenis atau macam, antara lain tumbuhan , buah-buahan, binatang, tokoh atau orang, gedung atau bangunan, peralatan hidup, tokoh wayang, alam, aktivitas manusia, dan lain -lain.
Dari berbagai jenis etiket rokok kretek tampaknya merek atau cap rokok kretek berjenis buah atau tumbuhan dan binatang menempati posisi dominan. Lalu, alasan atau dasar apa yang digunakan untuk menentukan sebuah etiket merek rokok? Rupanya sebuah etiket dan merek atau cap suatu kretek tertentu lebih banyak didasari oleh filosofi tertentu yang memberi makna tertentu pula. Penentuan ini lebih bersifat subjektif dari pemilik perusahaan. Tidaklah heran bila ada pula jenis-jenis etiket kretek yang menggunakan cap agak aneh, seperti kretek cap Kaki Tiga, Naga Bulan, Grendel, dan sebagainya.Metode historis akan mengungkapkan perkembangan kretek dan etiket, baik ditinjau dari segi promosi, filsafat, dan seni. Penggunaan oral historis untuk mengisi kekosongan data lebih ditekankan dalam analisanya.


Sumber:
*Indriyanto OS, dosen sejarah Universitas Diponegoro, Semarang.

Sejarah Rokok



Sejarah
Segala sesuatu yang berhubungan dengan sigaret atau rokok selalu kembali ke tembakau sebagai bahan baku utamanya. Tetapi berbeda dari belahan dunia lain, ada sebuah jenis rokok yang 'berbeda'. Berasal dari Indonesia, dengan menggunakan campuran tembakau dan cengkeh, jenis rokok yang berbeda ini disebut 'kretek'. Nama itu, kretek, secara harafiah berarti bunyi kretek-kretek yang memang terjadi apabila orang merokok rokok kretek ini. Bunyi kretek itu disebabkan oleh tambahan cengkeh. Ide untuk mencampurkan cengkeh ke dalam rokok berawal pada akhir abad ke 18 oleh seseorang bernama H.Jamhari.
Saat itu ia sedang merasa sakit di dadanya dan diolesinya minyak cegkeh sehingga ia merasa lebih baik. Kemudian ia mempunyai ide untuk menambahkan cengkeh ke rokoknya karena khasiat cengkeh yang ia rasakan. Secara ajaib ia merasakan bahwa sakit dadanya kian lebih membaik karena rokok kreasinya. Sejak saat itu banyak orang mendengar mengenai rokok ajaib ini dan permintaan rokok kretekpun tercipta, hingga saat sekarang pasar rokok Indonesia didominasi oleh rokok kretek. Lepas dari cerita kretek, cerita mengenai sejarah rokok itu sendiri sangat menarik. Tidak mungkin dapat dikatakan kapan tembakau mulai dirokok, Tetapi yang pasti tembakau ditanam oleh suku Maya di Amerika Tengah dan dirokok pada upacara keagamaan. Kebiasaan ini mungkin berawal dari situ, terus ke utara ke Mexico dan peninsula Yucatan.
Tembakau, daun dari tanaman Nicotana Tabacum, datang di Eropa dari peninsula Yucatan di Mexico pada tahun 1558. Penjelajah awal Dunia Baru, Seseorang berkebangsaan Perancis yang mempopulerkan tembakau, Jean Nicot (1530-1600), dan dari zat yang bernama nikotin yang ditemukan di semua tembakau. Pada waktu itu tembakau dirokok dengan menggunakan pipa, cara yang diadopsi dari orang asli Amerika. Tidak sebelum perang Peninsula (1806-12) di Eropa, ketika merokok dalam bentuk cerutu mulai digemari.
Pembuatan cerutu dimulai di Inggris pada tahun 1820 dan pada saat yang bersamaan, sigaret muncul sebagai alternatif yang terjangkau dari cerutu. Tetapi tidak sebelum mesin pembuatan rokok diperkenalkan pada abad ke 19 ketika merokok sigaret menjadi populer.

Cengkeh

Berbeda dari tembakau, cengkeh lebih berupa pohon daripada tanaman, dan bukan daunnya yang dituai melainkan bunganya yang berupa seperti biji. Pohon cengkeh baru dapat menghasilkan biji cengkeh setelah penanaman dalam jangka waktu lima tahun. Dari situ cengkeh dapat dituai sekali tiap tahun hingga umur pohonnya mencapai dua puluh tahun. Meskipun setelah dua puluh tahun masih menghasilkan biji cengkeh, kualitas cengkeh yang dihasilkan sudah menurun banyak dan tidak lagi dapat digunakan di dalam rokok.
Cengkeh, setelah dituai, juga dikeringkan atau di-curing seperti pada tembakau tetapi hanya dengan dua cara yang ada, sun-curing (di bawah matahari) dan oven-curing (di dalam open). Setelah proses pengeringan , kemudian cengkeh itu di-grade dan difermentasikan sesuai kebutuhan. Cengkeh juga diproduksi di beberapa bagian dunia yang lain untuk penggunaan yang lain. Lepas dari pasar lokal cengkeh di Indonesia, perusahaan rokok di Indonesia juga mengimport cengkeh dari Madagaskar dan Zanzibar.


Tembakau


Tanaman tembakau ditanam di seluruh dunia di lebih dari 100 negara dengan Cina sebagai produsen terbesar, diikuti oleh Amerika Serikat, Brazil, India,Zimbabwe dan Turki. Ada tiga jenis tembakau yang diproduksi dari semua negara-negara itu.
• Virginia,yang juga dijuluki tembakau terang karena warnanya yang kuning ke oranye, diperoleh dari proses flue-curing.
• Burley, yang berwarna coklat setelahmelewati proses air-curing dengan hampir tidak ada; kadar gula, memberikan rasa seperti cerutu.
• Oriental, yang berdaun kecil dan beraroma tinggi dibantu proses sun-curing.
Tanaman tembakau itu sendiri kasar dan berbau, dengan daun yang besar dan menjurai dari satu pusat batang. Tanaman itu dipotong saat ketinggian tertentu, agar segala kekuatan tanaman itu diarahkan ke perkembangan daunnya yang berharga. Biji tembakau sangat kecil, satu sendok makan dapat berisi hingga 60.000 biji. Satu tanaman tembakau dewasa dapat menghasilkan jutaan biji.
Masa penuaian tembakau berkisar antara 2-5 bulan setelah bibitnya ditanam, tergantung kepada jenis tembakaunya. Daun tembakau saat dituai berwarna hijau dan tidak mempunyai karakter, warna dan rasa sebelum melewati proses curing atau pengeringan.
Itulah mengapa proses curing yang ada empat macam itu sangat penting dalam penanaman tembakau :
• Air-curing,yang dilakukan dengan menggantung daun tembakau di tempat terbuka, menghasilkan daun yang rendah kadar gulanya.
• Flue-curing, digunakan terutama untuk tembakau sigaret, dengan menggunakan anas buatan yang disalurkan melalui pipa besi atau flue, menghasilkan daun dengan kadar gula tinggi.
• Fire-curing, yang sama dengan flue-curing, tetapi dengan api terbuka sebagai sumber panas buatannya yang menghasilkan daun coklat tua dan aroma asap.
• Sun-curing, yang dilakukan di bawah matahari, menghasilkan tembakau kunyah yang manis dan dengan kadar gula yang tinggi.Setelah melewati proses curing, kemudian tembakau yang sudah kering itu di grade dan disimpan untuk diumurkan sesuai kebutuhan.

Sigaret

Seperti disinggung sebelumnya, kretek adalah rokok dengan campuran tembakau dan cengkeh. Tetapi lepas dari bahan baku utamanya, ada beberapa bahan lain yang menjadikan sigaret kretek itu, dan sigaret secara umum.
Kertas rokok, yang merupakan bahan pembungkus campuran tembakau dan cengkeh yang membentuk batang rokok. Kertas ini terbuat dari selulose dan bisa menggunakan zat tambahan untuk menjaga warna putih, membentuk abu yang baik dan menjaga pembakaran yang baik. Pelekat sideseam, yang merupakan pelekat kertas rokok yang digunakan dalam jumlah yang sangat kecil.
Filter, yang dihubungkan ke batang rokok untuk menangkap sebagian partikel yang ada di asap rokok sehingga mengurangi kadar tar dan nikotin di asap rokok yang dihisap, seperti yang diukur oleh standar tes mesin rokok. Filter itu sendiri terbagi dari empat bagian, tow (rangkaian selulose asetat sebagai badan filter), plasticizer (zat pelunak untuk mengikat filter), plug wrap (kertas pembungkus fiber filter) dan pelekat (sebagai pelekat plug wrap). Kertas tipping, yang merupakan kertas pembungkus filter yang menjangkau sampai ke batang rokok. Kertas tiping merupakan pengikat antara batang rokok dan batang filter, terbuat dari fiber selulose dan mungkin dilapisi oleh zat kimia. Pelekat juga digunakan untuk melekatkan kertas tipping ke batang filter dan batang rokok. Tinta monogram, yang digunakan untuk mencantumkan merek rokok. Di BOKORMAS, ada beberapa produk yang mereknya dicantumkan di kertas tipping dan ada juga beberapa yang di kertas rokok.


Tar dan Nikotin

Tar adalah total material dari asap rokok, yang terdiri dari partikel-partikel kecil dikurangi air dan nikotin, yang terkumpul oleh sebuah filter pad dari cara pengetesan mesin yang diharuskan oleh komisi perdagangan federal, FTC. Tar seringkali disebut sebagai substan yang 'jelek' yang diasosiasikan kepada resiko kesehatan dari merokok. Nikotin adalah zat alkaloid yang ada secara natural di tanaman tembakau dan merupakan konstituen asap tembakau. Nikotin juga didapati pada tanaman-tanaman lain dari famili biologis Solanacea seperti tomat, kentang, terong dan merica hijau pada level yang sangat kecil dibanding pada tembakau. Zat alkaloid telah diketahui memiliki sifat farmakologi, seperti efek stimulan dari kafein yang meningkatkan tekanan darah dan detak jantung. Penambahan konsentrasi dan pengurangan stres adalah efek paling umum dari merokok yang dilaporkan banyak perokok. Efek dari nikotin itulah yang dipercayai sebagai penyebab kecanduan rokok yang mempengaruhi sistem pusat saraf.
Sejak keberadaan pengetahuan ini mengenai rokok, sejak beberapa dekade yang lalu dunia telah berusahan untuk mengurangi kadar tar dan nikotin untuk menciptakan rokok yang lebih aman. BOKORMAS juga telah mengadopsi teknologi terbaru dalam usaha mengurangi kadar tar dan nikotin di dalam produk kami. Cara yang paling umum saat ini dalam pengurangan kadar tar dan nikotin adalah melalui ventilasi kertas rokok dan filter yang juga pada kertas tipping.

Masalah Kesehatan



Resiko kesehatan yang diasosiasikan dengan merokok didefinisi utama oleh studi analisis statistik yang menunjukkan bahwa sebuah kelompok orang yang merokok pada jangka waktu lebih lama dan lebih banyak batang rokok per harinya memiliki kemungkinan yang tinggi terkena penyakit yang berhubungan dengan merokok. Mengurangi merokok dan berhenti merokok mengurangi kemungkinan terkenanya penyakit yang berhubungan dengan merokok dari kelompok orang tadi. Bagaimanapun juga studi statistik tadi tidak dapat memprediksikan apa yang akan terjadi kepada perseorangan pribadi yang merokok, karena ada kasus-kasus dimana seseorang telah merokok sejak usia muda hingga usia lanjut dan tidak terkena masalah kesehatan yang berhubungah dengan merokok. Tetapi hampir semua pakar kesehatan menganjurkan untuk tidak merokok.

Satu-satunya cara untuk menghindari masalah kesehatan dari merokok adalah dengan tidak merokok.
Beberapa penyakit yang paling umum sehubungan dengan merokok.
• Kanker paru-paru
• Kanker bibir, rongga mulut dan faring
• Penyakit penyumbatan kronis saluran pulmonari (COPD)
• Penyakit jantung koroner (CHD)


MSG dan Kesehatan : Sejarah, Efek dan Kontroversinya



 


Beberapa kali muncul kekhawatiran di media, terutama diwakili oleh Lembaga Konsumen, soal di pasaran ada berbagai produk makanan ringan dalam kemasan yang biasa dikonsumsi anak-anak, tidak mencantumkan kandungan MSG (vetsin). Kritik tersebut menyatakan, konsumsi MSG dalam jumlah tertentu mengancam kesehatan anak-anak. Menteri Kesehatan pun sudah memberi pernyataan yang meminta BPOM menarik produk makanan kemasan yang tidak mencantumkan kandungan MSG/ Seberapa jauhkah sebenarnya MSG membahayakan kesehatan manusia ?

Sejarah
Jurnal Chemistry Senses [[6]] menyebutkan, Monosodium Glutamate (MSG) mulai terkenal tahun 1960-an, tetapi sebenarnya memiliki sejarah panjang. Selama berabad-abad orang Jepang mampu menyajikan masakan yang sangat lezat. Rahasianya adalah penggunaan sejenis rumput laut bernama Laminaria japonica. Pada tahun 1908, Kikunae Ikeda, seorang profesor di Universitas Tokyo, menemukan kunci kelezatan itu pada kandungan asam glutamat. Penemuan ini melengkapi 4 jenis rasa sebelumnya – asam, manis, asin dan pahit – dengan umami (dari akar kata umai yang dalam bahasa Jepang berarti lezat). Sementara menurut beberapa media populer [[20]], sebelumnya di Jerman pada tahun 1866, Ritthausen juga berhasil mengisolasi asam glutamat dan mengubahnya menjadi dalam bentuk monosodium glutamate (MSG), tetapi belum tahu kegunaannya sebagai penyedap rasa.
Sejak penemuan itu, Jepang memproduksi asam glutamat melalui ekstraksi dari bahan alamiah. Tetapi karena permintaan pasar terus melonjak, tahun 1956 mulai ditemukan cara produksi L-glutamic acid melalui fermentasi. L-glutamic acid inilah inti dari MSG, yang berbentuk butiran putih mirip garam. MSG sendiri sebenarnya tidak memiliki rasa. Tetapi bila ditambahkan ke dalam makanan, akan terbentuk asam glutamat bebas yang ditangkap oleh reseptor khusus di otak dan mempresentasikan rasa dasar dalam makanan itu menjadi jauh lebih lezat dan gurih.
Sejak tahun 1963, Jepang bersama Korea mempelopori produksi masal MSG yang kemudian berkembang ke seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia. Setidaknya sampai tahun 1997 sebelum krisis, setiap tahun produksi MSG Indonesia mencapai 254.900 ton/tahun dengan konsumsi mengalami kenaikan rata-rata sekitar 24,1% per tahun [[8]].

Efek terhadap hewan coba
Di otak memang ada asam amino glutamat yang berfungsi sebagai neurotransmitter untuk menjalarkan rangsang antar neuron. Tetapi bila terakumulasi di sinaps (celah antar sel syaraf) akan bersifat eksitotoksik bagi otak. Karena itu ada kerja dari glutamate transporter protein untuk menyerapnya dari cairan ekstraseluler, termasuk salah satu peranannya untuk keperluan sintesis GABA (Gamma Amino Butyric Acid) oleh kerja enzim Glutamic Acid Decarboxylase (GAD). GABA ini juga termasuk neurotransmitter sekaligus memiliki fungsi lain sebagai reseptor glutamatergik, sehingga bisa menjadi target dari sifat toksik glutamat. Disamping kerja glutamate transporter protein, ada enzim glutamine sintetase yang bertugas merubah amonia dan glutamat menjadi glutamin yang tidak berbahaya dan bisa dikeluarkan dari otak. Dengan cara ini, meski terakumulasi di otak, asam glutamat diusahakan untuk dipertahankan dalam kadar rendah dan nontoksik. Reseptor sejenis untuk glutamat juga ditemukan di beberapa bagian tubuh lain seperti tulang, jantung, ginjal, hati, plasenta dan usus. Pada konsumsi MGS, asam glutamat bebas yang dihasilkan sebagian akan terikat di usus, dan selebihnya dilepaskan ke dalam ke darah. Selanjutnya menyebar ke seluruh tubuh termasuk akan menembus sawar darah otak dan terikat oleh reseptornya. Sayangnya, seperti disebutkan sebelumnya, asam glutamat bebas ini bersifat eksitotoksik sehingga dihipotesiskan akan bisa merusak neuron otak bila sudah melebihi kemampuan otak mempertahankannya dalam kadar rendah [[1]; [9]; [19]].

Jurnal Neurochemistry International bulan Maret 2003 melaporkan, pemberian MSG sebanyak 4 mg/g berat badan ke bayi tikus menimbulkan neurodegenerasi berupa jumlah neuron lebih sedikit dan rami dendrit (jaringan antar sel syaraf otak) lebih renggang. Kerusakan ini terjadi perlahan sejak umur 21 hari dan memuncak pada umur 60 hari [[21]; [5]].
Sementara bila disuntikkan kepada tikus dewasa, dosis yang sama menimbulkan gangguan pada neuron dan daya ingat. Pada pembedahan, ternyata terjadi kerusakan pada nucleus arkuatus di hipothalamus (pusat pengolahan impuls syaraf) [[12]].
Sedang menurut Jurnal Brain Research, pemberian MSG 4 mg/g terhadap tikus hamil hari ke 17-21 menunjukkan bahwa MSG mampu menembus plasenta dan otak janin menyerap MSG dua kali lipat daripada otak induknya. Juga 10 hari setelah lahir, anakanak tikus ini lebih rentan mengalami kejang daripada yang induknya tidak mendapat MSG. Pada usia 60 hari, keterampilan mereka juga kalah dari kelompok lain yang induknya tidak mendapat MSG [[24]; [14]].
Tetapi kelompok anak-anak tikus yang mendapat MSG pada penelitian di atas justru lebih gemuk. Ternyata, MSG juga meningkatkan ekskresi insulin sehingga tikustikus tersebut cenderung menderita obesitas. Pada penelitian lain, bila diteruskan sampai 3 bulan, ternyata akan terjadi resistensi terhadap insulin dan berisiko menderita diabetes [[3]; [7]]).
Penelitian lain di Jurnal of Nutritional Science Vitaminologi bulan April 2003, pemberian MSG terhadap tikus juga mengganggu metabolisme lipid dan aktivitas enzim anti-oksidan di jaringan pembuluh darah, menjadikan risiko hipertensi dan penyakit jantung. Kerusakan enzim antioksidan ini ternyata yang juga menimbulkan kerusakan kronis di jaringan syaraf. Secara umum, anti oksidan memang berperan penting bagi kesehatan di seluruh bagian tubuh [[16]; [17]].
Ada juga laporan dari Experimental Eye Research tahun 2002 bahwa konsumsi tinggi MSG berakibat kerusakan pada fungsi dan morfologi retina. Akibatnya banyak terjadi glaukoma (peninggian tekanan dalam bola mata). Proses ini terjadi secara perlahan, yang kalau pada manusia diduga akan terjadi pada umur sekitar 40 tahun, setelah konsumsi MSG sejak anak-anak [[11]].

Efek terhadap manusia
Pada tahun 1959, Food and Drug Administration di Amerika mengelompokkan MSG sebagai “generally recognized as safe” (GRAS), sehingga tidak perlu aturan khusus. Tetapi tahun 1968, muncul laporan di New England Journal of Medicine tentang keluhan beberapa gangguan setelah makan di restoran china sehingga disebut “Chinese Restaurant Syndrome”. Karena kompisisinya dianggap signifikan dalam masakan itu, MSG diduga sebagai penyebabnya, tetapi belum dilaporkan bukti ilmiahnya [[4]].
Untuk itu, tahun 1970 FDA menetapkan batas aman konsumsi MSG 120 mg/kg berat badan/hari yang disetarakan dengan konsumsi garam. Mengingat belum ada data pasti, saat itu ditetapkan pula tidak boleh diberikan kepada bayi kurang dari 12 minggu. Tahun 1980, laporan-laporan tentang hubungan MSG dengan Chinese Restaurant Syndrome ini kembali banyak muncul berupa sakit kepala, palpitasi (berdebar-debar), mual dan muntah. Pada tahun ini pula diketahui bahwa glutamate berperan penting pada fungsi sistem syaraf, sehingga muncul pertanyaan, seberapa jauh MSG berpengaruh terhadap otak.
Selanjutnya di tahun 1986, Advisory Committee on Hypersensitivity to Food Constituent di FDA menyatakan, pada umumnya konsumsi MSG itu aman, tetapi bisa terjadi reaksi jangka pendek pada sekelompok orang. Hal ini didukung juga oleh laporan dari European Communities (EC) Scientific Committee for Foods tahun 1991. Untuk itu, FDA memutuskan tidak menetapkan batasan pasti untuk konsumsi MSG. Usaha penelitian masih dilanjutkan, bekerja sama dengan FASEB (Federation of American Societies for Experimental Biology) sejak tahun 1992.

Laporan FASEB 31 Juli 1995 menyebutkan, secara umum MSG aman dikonsumsi. Tetapi memang ada dua kelompok yang menunjukkan reaksi akibat konsumsi MSG ini. Pertama adalah kelompok orang yang sensitif terhadap MSG yang berakibat muncul keluhan berupa : rasa panas di leher, lengan dan dada, diikuti kakukaku otot dari daerah tersebut menyebar sampai ke punggung. Gejala lain berupa rasa panas dan kaku di wajah diikuti nyeri dada, sakit kepala, mual, berdebar-debar dan kadang sampai muntah. Gejala ini mirip dengan Chinese Restaurant Syndrome, tetapi kemudian lebih tepat disebut MSG Complex Syndrome. Sndrom ini terjadi segera atau sekitar 30 menit setelah konsumsi, dan bertahan selama sekitar 3 – 5 jam. Berbagai survei dilakukan, dengan hasil persentase kelompok sensitif ini sekitar 25% dari populasi.
Sedang kelompok kedua adalah penderita asma, yang banyak mengeluh meningkatnya serangan setelah mengkonsumsi MSG. Munculnya keluhan di kedua kelompok tersebut terutama pada konsumsi sekitar 0,5
– 2,5 g MSG. Sementara untuk penyakitpenyakit kelainan syaraf seperti Alzheimer dan Hungtinton chorea, tidak didapatkan hubungan dengan konsumsi MSG [[23]; [18]].
Kontroversi
Sejauh ini, belum banyak penelitian langsung terhadap manusia. Hasil dari penelitian dari hewan, memang diupayakan untuk dicoba pada manusia. Tetapi hasilhasilnya masih bervariasi. Sebagian menunjukkan efek negatif MSG seperti pada hewan, tetapi sebagian juga tidak berhasil membuktikan. Yang sudah cukup jelas adalah efek ke terjadinya migren terutama pada usia anak-anak dan remaja seperti laporan Jurnal Pediatric Neurology [[10]]. Memang disepakati bahwa usia anak-anak atau masa pertumbuhan lebih sensitif terhadap efek MSG daripada kelompok dewasa. Sementara untuk efek terjadinya kejang dan urtikaria (gatal-gatal dan bengkak di kulit seperti pada kasus alergi makanan), masih belum bisa dibuktikan [[15]].
Di sisi lain, Jurnal Appetite tahun 2002 melaporkan, faktor psikologis juga berpengaruh. Bila seseorang sudah merasa dirinya sensitif, maka berapapun kadar yang ada, MSG Complex Syndrome akan terjadi. Sebaliknya, ada kelompok lain yang memerlukan dosis MSG lebih tinggi dibanding rata-rata orang, untuk mendapatkan sensasi rasa lezat. Diduga, paparan terus menerus menyebabkan peninggian ambang rangsang reseptor di otak untuk asam glutamat [[13]].
Begitupun, menyadari tingginya konsumsi MSG di wilayah Asia, WHO menggunakan MSG untuk program fortifikasi vitamin A. Di Indonesia pernah dilakukan pada tahun 1996. Juga, penggunaan MSG bisa menjadi salah satu pilihan dalam menurunkan konsumsi garam (sodium) yang berhubungan dengan kejadian hipertensi khususnya pada golongan manula. Hal ini karena untuk mencapai efek rasa yang sama, MSG hanya mengandung 30% natrium dibanding garam [[2]].
Sementara itu, Jurnal Nutritional Sciences tahun 2000 melaporkan, kadar asam glutamat dalam darah manusia mulai meningkat setelah konsumsi MSG 30 mg/kg berat badan/hari, yang berarti sudah mulai melampaui kemampuan metabolisme tubuh. Bila masih dalam batas terkendali, peningkatan kadar ini akan menurun kembali ke kadar normal atau seperti kadar semula dalam 3 jam. Peningkatan yang signifikan baru mulai terjadi pada konsumsi 150 mg/kg berat badan/hari. Efek ini makin kuat bila konsumsi ini bersifat jangka pendek dan besar atau dalam dosis tinggi (3 gr atau lebih dalam sekali makan). Juga ternyata MSG lebih mudah menimbulkan efek bila tersaji dalam bentuk makanan berkuah [[22]].
Sebenarnya hampir semua bahan makanan sudah mengandung glutamat. Dalam urutan makin tinggi, beberapa diantaranya mengandung kadar tinggi seperti : susu, telur, daging, ikan, ayam, kentang, jagung, tomat, brokoli, jamur, anggur, kecap, saus dan keju. Termasuk dalam hal ini juga bumbu-bumbu penyedap alami seperti vanili atau daun pandan. Melihat hasil penelitian untuk batasan metabolisme (30 mg/kg/hari) berarti rata-rata dalam sehari dibatasi penambahan maksimal 2,5 – 3,5 g MSG (berat badan 50 – 70 kg), dan tidak boleh dalam dosis tinggi sekaligus. Sementara, satu sendok teh rata-rata berisi 4
-6 gram MSG. Masalahnya, sumber penambahan MSG sering tidak disadari pada beberapa sajian berkuah, sehingga tidak semata-mata penambahan dari MSG yang sengaja ditambahkan atau yang dari sediaan di meja makan. Masih belum dicapai kesepakatan mengenai glutamat dari sumber alamiah dan non alamiah ini. Sejauh ini dinyatakan tidak ada perbedaan proses metabolisme di dalam tubuh diantara keduanya. Yang jelas, aturan FDA tidak mengharuskan pencantuman dalam label untuk glutamat dalam bahan-bahan alamiah tersebut.

Yang perlu disadari, seringkali makanan kemasan tidak mencantumkan MSG ini secara jelas. Banyak nama lain yang sebenarnya juga mengandung MSG seperti : penyedap rasa, hydrolized protein, yeast food, natural flavoring, modified starch, textured protein, autolyzed yeast, seasoned salt, soy protein dan istilah-istilah sejenis. Akibatnya, kadar asam glutamat sesungguhnya, seringkali tidak seperti yang dicantumkan. Aturan mengharuskan pencantuman komposisi dalam kemasan harus jelas agar konsumen dapat mempertimbangkannya sesuai kondisi masing-masing.
Mensikapi hasil penelitian yang masih diliputi kontroversi, ada satu kekhawatiran bahwa efek MSG ini memang bersifat lambat. Seperti pada penelitian terhadap hewan, efek tidak terjadi dalam jangka pendek, tetapi setelah konsumsi jangka panjang meski dalam dosis rendah. Sayang penelitian jangka panjang tentu saja sulit dilakukan pada manusia. Diduga, akumulasi terus menerus dalam dosis rendah ini yang perlu diwaspadai. Di sisi lain, sebenarnya berusaha beralih ke penyedap rasa alami, memang lebih baik. Meski begitu, bagi yang sudah terbiasa memang tidak mudah, karena ada semacam kecanduan terhadap efek MSG ini terhadap reseptor di otak pemberi rasa sedap.

Source:
Tonang Dwi Ardyanto
Pathology Department, Tottori University School of Medicine Japan
Laboratorium Patologi Klinik Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta, Indonesia
Email : tonang@tonangardyanto.com

Sejarah Kopi






Kopi

 

Kopi adalah sejenis minuman, biasanya dihidangkan panas, dan dipersiapkan dari biji dari tanaman kopi yang dipanggang. Saat ini kopi merupakan komoditas nomor dua yang paling banyak diperdagangkan setelah minyak bumi. Total 6,7 juta ton kopi diproduksi dalam kurun waktu 1998-2000 saja. Diperkirakan pada tahun 2010, produksi kopi dunia akan mencapai 7 juta ton per tahun ( dari FAO ). Kopi merupakan sumber utama kafein. Keuntungan dan kerugian dari mengonsumsi kopi telah dan akan terus dipelajari dan didiskusikan oleh banyak ilmuwan di dunia.


Sejarah

Sejarah kopi dapat ditelusuri jejaknya dari sekitar abad 9, di dataran tinggi Ethiopia. Dari sana lalu menyebar ke Mesir dan Yaman, dan kemudian pada abad limabelas menjangkau lebih luas ke Persia , Mesir, Turki dan Afrika utara.

Pada awalnya kopi kurang begitu diterima oleh sebagian orang. Pada tahun 1511, karena efek rangsangan yang ditimbulkan, dilarang penggunaannya oleh para imam konservatif dan othodoks di majelis keagamaan di Makkah. Akan tetapi karena popularitas minuman ini, maka larangan tersebut pada tahun 1524 dihilangkan atas perintah Sultan Selim I dari Kesultanan Utsmaniyah Turki. Di Kairo, Mesir, larangan yang serupa juga disahkan pada tahun 1532, di mana kedai kopi dan gudang kopi ditutup.

Dari dunia Muslim, kopi menyebar ke Eropa, di mana minuman ini menjadi populer selama abad ke-tujuhbelas. Orang Belanda adalah yang pertama kali mengimpor kopi dalam skala besar ke Eropa, dan pada suatu waktu menyelundupkan bijinya pada tahun 1690, karena tanaman atau biji mentahnya tidak diijinkan keluar kawasan Arab. Ini kemudian berlanjut pada penanaman kopi di Jawa oleh orang Belanda.

Ketika kopi mencapai kawasan koloni Amerika, pada awalnya tidak sesukses di Eropa, karena dianggap kurang bisa menggantikan alkohol. Akan tetapi, selama Perang Revolusi, permintaan terhadap kopi meningkat cukup tinggi, sampai para penyalur harus membuka persediaan cadangan dan menaikkan harganya secara dramatis; sebagian hal ini karena didasari oleh menurunnya pesediaan teh oleh para pedagang Inggris. Minat orang Amerika terhadap kopi bertumbuh pada awal abad sembilanbelas, menyusul terjadinya perang pada tahun 1812, di mana akses impor teh terputus sementara, dan juga karena meningkatnya teknologi pembuatan minuman, maka posisi kopi sebagai komoditas sehari-hari di Amerika menguat.


Jenis biji kopi



Ada dua spesies dari tanaman kopi; Arabika adalah kopi tradisional, dan dianggap paling enak rasanya, Robusta memiliki kafein yang lebih tinggi dapat dikembangakan dalam lingkungan di mana Arabika tidak akan tumbuh, dan membuatnya menjadi pengganti Arabika yang murah. Robusta biasanya tidak dinikmati sendiri, dikarenakan rasanya yang pahit dan asam. Robusta kwalitas tinggi biasanya digunakan dalam beberapa campuran espresso.


Kopi Arabika biasanya dinamakan oleh dermaga di mana mereka diekspor, dua yang tertua adalah Mocha dan Jawa. Perdagangan kopi modern lebih spesifik tentang dari mana asal mereka, melabelkan kopi atas dasar negara, wilayah, dan kadangkala ladang pembuatnya.

Satu jenis kopi yang tidak biasa dan sangat mahal harganya adalah sejenis robusta di Indonesia yang dinamakan kopi luwak. Kopi ini dikumpulkan dari kotoran luwak, yang proses pencernaanya memberikan rasa yang unik.

Kopi Indonesia




Kopi Indonesia
Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.
Kopi Indonesia saat ini ditilik dari hasilnya, menempat peringkat keempat terbesar di dunia. Kopi memiliki sejarah yang panjang dan memiliki peranan penting bagi pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Indonesia memiliki diberkati dengan letak geografisnya yang sangatlah cocok bagi tanaman kopi. Letak Indonesia sangat ideal bagi iklim mikro untuk pertumbuhan dan produksi kopi.


Asal-usul

Pada awalnya kopi di Indonesia berada di bawah pemerintah Belanda. Kopi diperkenalkan di Indonesia lewat Sri Lanka (Ceylon). Pada awalnya pemerintah Belanda menanam kopi di daerah sekitar Batavia (Jakarta), Sukabumi dan Bogor. Kopi juga ditanam di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumatra dan Sulawesi. Pada permulaan abad ke-20 perkebunan kopi di Indonesia terserang hama, yang hampir memusnahkan seluruh tanaman kopi. Pada saat itu kopi juga ditanam di Timor dan Flores. Kedua pulau ini pada saat itu berada di bawah pemerintahan bangsa Portugis. Jenis kopi yang ditanam di sana juga adalah kopi Arabika. Kopi ini tidak terserang hama.
Pemerintah Belanda kemudian menanam kopi Liberika untuk menanggulangi hama tersebut. Varietas ini tidak begitu lama populer dan juga terserang hama. Kopi Liberika masih dapat ditemui di pulau Jawa, walau jarang ditanam sebagai bahan produksi komersial. Biji kopi Liberika sedikit lebih besar dari biji kopi Arabika dan kopi Robusta.


Status industri saat ini

Robusta menggantikan kopi Liberika. Walaupun ini bukan kopi yang khas bagi Indonesia, kopi ini mejadi bahan ekspor yang penting di Indonesia.

Bencana alam, Perang Dunia II dan perjuangan kemerdekaan - semuanya mempunyai peranan penting bagi kopi di Indonesia. Pada awal abad ke-20 perkebunan kopi berada di bawah kontrol pemerintahan Belanda. Infrastruktur dikembangkan untuk mempermudah perdagangan kopi. Sebelum Perang Dunia II di Jawa Tengah terdapat jalur rel kereta api yang digunakan untuk mengangkut kopi, gula, merica, teh dan tembakau ke Semarang untuk kemudian diangkut dengan kapal laut. Kopi yang ditanam di Jawa Tengah umumnya adalah kopi Arabika, sedangkan di Jawa Timur (Kayu Mas, Blewan, Jampit) umumnya adalah kopi Robusta. Di daerah pegunungan dari Jember hingga Banyuwangi terdapat banyak perkebunan kopi Arabika dan Robusta. Kopi Robusta tumbuh di daerah rendah sedangkan kopi Arabika tumbuh di daerah tinggi.

Setelah kemerdekaan banyak perkebunan kopi yang diambil alih oleh pemerintah yang baru atau ditinggalkan. Saat ini sekitar 92% produksi kopi berada di bawah petani-petani kecil atau kooperasi.


Sumber : http://id.wikipedia.org

Sejarah Rokok di Kudus




Menjawab pertanyaan Jeng Lia, saya mencoba mencari data kenapa sih kok rokok pabriknya banyak di Malang & Kudus…?? berikut adalah jawabannya, ini dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.

Begini Ceritanya …..

Riwayat kretek bermula di Kudus. Menjadi dagangan paling memikat di tangan pengusaha buta huruf. Sayang asal usulnya masih gelap.

Kisah kretek bermula dari kota Kudus. Tak jelas memang asal usul yang akurat tentang rokok kretek. menurut kisah yang hidup dikalangan para pekerja pabrik rokok, riwayat kretek bermula dari penemuan Haji Djamari pada kurun waktu sekitar 1870-1880-an. Awalnya, penduduk asli kudus ini merasa sakit pada bagian dada. Ia lalu mengoleskan minyak cengkeh. Sakitnya reda. Djamari lantas bereksperimen merajang cengkeh dan mencampurnya dengan tembakau untuk dilinting menjadi rokok.

Kala itu melinting rokok sudah menjadi kebiasaan kaum pria. Djamari melakukan modifikasi dengan mencampur cengkeh. Setelah rutin menghisap rokok ciptaannya. Djamari merasa sakitnya hilang. Ia mewartakan penemuan ini kepada kerabat dekatnya. Berita ini menyebar cepat. Permintaan “rokok obat” ini pun mengalir.

Djamari melayani banyak permintaan rokok cengkeh. Lantaran ketika dihisap, cengkeh yang terbakar mengeluarkan bunyi “kemeretek”, maka rokok temuan Djamari ini dikenal dengan “rokok kretek”. Awalnya, kretek ini dibungkus “klobot” atau daun jagung kering. Dijual per ikat dimana setiap ikat terdiri dari 10 , tanpa selubung kemasan sama sekali.

Rokok kretek kian dikenal. Namun tak begitu dengan penemunya Djamari diketahui meninggal pada 1890. Siapa dia dan asal-usulnya hingga kini masih remang-remang. Hanya temuannya itu yang terus berkembang. Sepuluh tahun kemudian, penemuan Djamari menjadi dagangan memikat di tangan Nitisemito, perintis industri rokok di Kudus.

Bisnis rokok dimulai oleh Nitisemito pada 1906 dan pada 1908 usahanya resmi terdaftar dengan merek “Tjap Bal Tiga”. Bisa dikatakan langkah Nitisemito itu menjadi tonggak tumbuhnya industri rokok kretek di Indonesia.

Beberapa babad legenda yang beredar di Jawa, rokok sudah dikenal sudah sejak lama. Bahkan sebelun Haji Djamari dan Nitisemito merintisnya. Tercatat dalam Kisah Roro Mendut, yang menggambarkan seorang putri dari Pati yang dijadikan istri oleh Tumenggung Wiroguno, salah seorang panglima perang kepercayaan Sultan Agung menjual rokok “klobot” (rokok kretek dengan bungkus daun jangung kering) yang disukai pembeli terutama kaum laki-laki karena rokok itu direkatkan dengan ludahnya.


Awal usaha Kretek

Nitisemito sendiri seorang buta huruf, dilahirkan dari rahim Ibu Markanah di desa Janggalan dengan nama kecil Rusdi. Ayahnya, Haji Sulaiman adalah kepala desa janggalan. Pada usia 17 tahun ia mengubah namanya menjadi Nitisemito. Pada usia ini, ia merantau ke Malang, Jawa Timur untuk bekerja sebagai buruh jahit pakaian. Usaha ini berkembang sehingga ia mampu menjadi pengusaha konfeksi. Namun beberapa tahun kemudian usaha ini kandas karena terlilit hutang. Nitisemito pulang kampung dan memulai usahanya membuat minyak kelapa, berdagang kerbau namun gagal. Ia kemudian bekerja menjadi kusir dokar sambil berdagang tembakau. Saat itulah dia berkenalan dengan Mbok Nasilah, pedagang rokok klobot di Kudus.

Mbok Nasilah, yang juga dianggap sebagai penemu pertama rokok kretek, menemukan rokok kretek untuk menggantikan kebiasaan nginang pada sekitar tahun 1870.

Di warungnya, yang kini menjadi toko kain Fahrida di Jalan Sunan Kudus, Mbok nasilah menyuguhkan rokok temuannya untuk para kusir yang sering mengunjungi warungnya. Kebiasaan nginang yang sering dilakukan para kusir mengakibatkan kotornya warung Mbok Nasilah, sehingga dengan menyuguhkan rokok, ia berusaha agar warungnya tidak kotor.

Pada awalnya ia mencoba meracik rokok. Salah satunya dengan menambahkan cengkeh ke tembakau. Campuran ini kemudian dibungkus dengan klobot atau daun jagung kering dan diikat dengan benang. Rokok ini disukai oleh para kusir dokar dan pedagang keliling. Salah satu penggemarnya adalah Nitisemito yang saat itu menjadi kusir.

Nitisemito lantas menikahi Nasilah dan mengembangkan usaha rokok kreteknya menjadi mata dagangan utama. Usaha ini maju pesat. Nitisemito memberi label rokoknya “Rokok Tjap Kodok Mangan Ulo” (Rokok Cap Kodok makan Ular). Nama ini tidak membawa hoki malah menjadi bahan tertawaan. Nitisemito lalu mengganti dengan Tjap Bulatan Tiga. Lantaran gambar bulatan dalam kemasan mirip bola, merek ini kerap disebut Bal Tiga. Julukan ini akhirnya menjadi merek resmi dengan tambahan Nitisemito (Tjap Bal Tiga H.M. Nitisemito).

Bal Tiga resmi berdiri pada 1914 di Desa Jati, Kudus. Setelah 10 tahun beroperasi, Nitisemito mampu membangun pabrik besar diatas lahan 6 hektar di Desa jati. Ketika itu, di Kudus telah berdiri 12 perusahaan rokok besar, 16 perusahaan menengah, dan tujuh pabrik rokok kecil (gurem). Diantara pabrik besar itu adalah milik M. Atmowidjojo (merek Goenoeng Kedoe), H.M Muslich (merek Delima), H. Ali Asikin (merek Djangkar), Tjoa Khang Hay (merek Trio), dan M. Sirin (merek Garbis & Manggis).

Sejarah mencatat Nitisemito mampu mengomandani 10.000 pekerja dan memproduksi 10 juta batang rokok per hari 1938. Kemudian untuk mengembangkan usahanya, ia menyewa tenaga pembukuan asal Belanda. Pasaran produknya cukup luas, mencakup kota-kota di Jawa, Sumatera, Sulawesi, Kalimantan bahkan ke Negeri Belanda sendiri. Ia kreatif memasarkan produknya, misalnya dengan menyewa pesawat terbang Fokker seharga 200 gulden saat itu untuk mempromosikan rokoknya ke Bandung dan Jakarta


Ambruknya rokok kretek Bal Tiga dan Munculnya Pesaing

Hampir semua pabrik itu kini telah tutup. Bal tiga ambruk karena perselisihan diantara para ahli warisnya. Munculnya perusahaan rokok lain seperti Nojorono (1940), Djamboe Bol (1937), Djarum (1950), dan Sukun, semakin mempersempit pasar Bal Tiga ditambah dengan pecahnya Perang Dunia II pada tahun 1942 di Pasifik, masuknya tentara Jepang, juga ikut memperburuk usaha Nitisemito. Banyak aset perusahaan yang disita. Pada tahun 1955, sisa kerajaan kretek Nitisemito akhirnya dibagi rata pada ahli warisnya.

Ambruknya pasaran Bal Tiga disebut sebut juga karena berdirinya rokok Minak Djinggo pada tahun 1930. Pemilik rokok ini, Kho Djie Siong, adalah mantan agen Bal Tiga di Pati, Jawa Tengah. Sewaktu masih bekerja pada Nitisemito, Kho Djie Siong banyak menarik informasi rahasia racikan dan strategi dagang Bal Tiga dari M. Karmaen, kawan sekolahnya di HIS Semarang yang juga menantu Nitisemito.

Pada tahun 1932, Minak Djinggo, yang penjualannya melesat cepat memindahkan markasnya ke Kudus. untuk memperluas pasar, Kho Djie Siong meluncurkan produk baru, Nojorono. Setelah Minak Djinggo, muncul beberapa perusahaan rokok lain yang mampu bertahan hingga kini seperti rokok Djamboe Bol milik H.A. Ma’roef, rokok Sukun milik M. Wartono dan Djarum yang didirikan Oei Wie Gwan.

Perusahaan rokok kretek Djarum berdiri pada 25 Agustus 1950 dengan 10 pekerja. Oei Wie Gwan, mantan agen rokok Minak Djinggo di Jakarta ini, mengawali bisnisnya dengan memasok rokok untuk Dinas Perbekalan Angkatan Darat. Pada tahun 1955, Djarum mulai memperluas produksi dan pemasarannya. Produksinya makin besar setelah menggunakan mesin pelinting dan pengolah tembakau pada tahun 1967.

Di era keemasan Minak Djinggo dan di ujung masa suram Bal Tiga, aroma bisnis kretek menjalar hingga ke luar Kudus. Banyak juragan dan agen rokok bermunculan. Di Magelang, Solo dan Yogyakarta, kebanyakan pabrik kretek membuat jenis rokok klembak. Rokok ini berupa oplosan tembakau, cengkeh dan kemenyan.


Perkembangan industri kretek di daerah di pulau Jawa

Kretek juga merambah Jawa Barat. Di daerah ini pasaran rokok kretek dirintis dengan keberadaan rokok kawung, yakni kretek dengan pembungkus daun aren. Pertama muncul di Bandung pada tahun 1905, lalu menular ke Garut dan Tasikmalaya. Rokok jenis ini meredup ketika kretek Kudus menyusup melalui Majalengka pada 1930-an, meski sempat muncul pabrik rokok kawung di Ciledug Wetan.

Sedangkan di Jawa Timur, industri rokok dimulai dari rumah tangga pada tahun 1910 yang dikenal dengan PT. HM Sampoerna. Tonggak perkembangan kretek dimulai ketika pabrik-pabrik besar menggunakan mesin pelinting. Tercatat PT. Bentoel di Malang yang berdiri pada tahun 1931 yang pertama memakai mesin pada tahun 1968, mampu menghasilkan 6000 batang rokok per menit. PT. Gudang Garam, Kediri dan PT HM Sampoerna tidak mau ketinggalan, begitu juga dengan PT Djarum, Djamboe Bol, Nojorono dan Sukun di Kudus.

Kini terdapat empat kota penting yang menggeliatkan industri kretek di Indonesia; Kudus, Kediri, Surabaya dan Malang. Industri rokok di kota ini baik kelas kakap maupun kelas gurem memiliki pangsa pasar masing masing. Semua terutapa pabrik rokok besar telah mencatatkan sejarahnya sendiri. Begitu pula dengan Haji Djamari, sang penemu kretek. Namun riwayat penemu kretek ini masih belum jelas. Dan kisahnya hidupnya hanya dekrtahui di kalangan pekerja pabrik rokok di Kudus.


Jadi begitulah Mbak Lia Ceritanya, jadi tidak hanya di Malang dan Kudus, tapi juga di Surabaya dan Kediri

Source: www.djokosantoso.com (ven)

Minum Jamu, 17 Orang Masuk Rumah Sakit Perut Mual, Kepala Pusing, dan Lemas

SALATIGA-Sedikitnya 20 warga Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang diduga mengalami keracunan, setelah beberapa jam sebelumnya minum jamu seduhan dari Toko Jamu Kembang Menoor, Jalan Belakang Pasar 15, Salatiga.

Peristiwa yang terjadi sejak akhir pekan lalu itu mengakibatkan 17 orang dilarikan ke RSUD Salatiga. Tiga orang lainnya hanya dirawat di rumahnya.

Empat orang yang dilarikan ke RSU hingga Senin masih harus rawat inap, karena kondisinya belum membaik. "Jumlah korban sebenarnya jauh lebih banyak mencapai 28 orang. Tetapi delapan orang lainnya tidak terdata," tutur M Slamet, warga Cukilan Suruh Kabupaten Semarang, Senin (17/5).

Slamet yang ditemui saat menunggui ibunya, Ny Zaenah (70), di Ruang Mawar RSUD Salatiga mengatakan, ibunya sempat minum jamu di Kembang Menoor. Beberapa jam setelah minum, perutnya merasa mual dan kemudian muntah-muntah. Ny Zaenah sendiri tak mengetahui persis jamu apa yang diminumnya. "Saya hanya minum jamu dengan harga Rp 3.000," tutur Ny Zaenah.

Mengetahui ibunya sakit, Slamet langsung membawanya ke mantri kesehatan setempat. Namun, obat-obatan yang diberikan mantri ternyata tak mampu menghilangkan rasa mual dan muntah-muntah.

Akhirnya Ny Zaenah dilarikan ke RSUD Salatiga. Obat-obatan yang diberikan mantri kesehatan, dikembalikan lagi. "Uangnya juga dikembalikan kok," ucapnya.

Pasangan Zuhri (56) dan Ny Kapsoh (50), warga Bonorejo, Blotongan Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga juga mengalami gejala yang sama. Ceritanya, pertengahan pekan lalu dia mengajak istri dan anaknya, Makrifah (30), minum jamu di toko langganannya. "Saya sudah menjadi langganan toko jamu itu selama puluhan tahun," ujar Zuhri di Ruang Mawar RSU Salatiga.

Singkir Angin

Saat itu, dia memesan jamu pegal linu dicamur singkir angin dan meminumnya sekitar pukul 16.30. Seduhan jamu campur itu seharga Rp 5.000. Namun, sekitar pukul 21.30 perutnya mual, kepala pusing, badan lemas, dan berak-berak.

Zuhri meminta tolong mantri kesehatan setempat, tetapi gejala penyakitnya tak kunjung sembuh.

Kabar adanya langganan Toko Jamu Kembang Menoor yang keracunan, ternyata didengar pemiliknya, Sunarso. Dia pun mendatangi korban satu per satu. "Pemilik toko sudah bertanggung jawab. Sebab, semua biaya pengobatan diganti. Hari ini ada seorang korban yang pulang, semua biayanya ditangung dia."

Kepala Badan Pengelola RSUD Salatiga dr Kuncoro Adi Purjanto mengatakan, sebangian besar pasien sudah diperbolehkan pulang. "Hanya empat korban yang masih dirawat. Kalau kondisinya sudah membaik segera diperbolehkan pulang," jelasnya.

Walaupun Sunarso menyatakan kasusnya sudah ditangani polisi, ternyata pernyataan itu dibantah Kapolsek Salatiga Selatan AKP Tarmoedji. Hingga Senin sore dia belum memperoleh laporan secara resmi dari para korban. "Saya sudah mendengar keracunan jamu tersebut, tetapi belum ada yang mau laporan ke sini," tuturnya. (A2-64k)

BPOM Teliti Jamu Toko Kembang Menoor Empat Korban Keracunan Masih Dirawat

Rabu, 19 Mei 2004 SEMARANG


SALATIGA - Dua staf Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Jateng, Selasa (18/5) sore mendatangi Toko Jamu Kembang Menoor di Jalan Belakang Pasar 15, Salatiga. Mereka menyita sejumlah kemasan jamu racikan dalam kemasan di toko itu.

Sampel itu akan diteliti di BPOM untuk mengetahui apakah jamu yang dijual di Toko Kembang Menoor penyebab teracunnya 20 warga Salatiga dan Kabupaten Semarang (SM, 18/5).

Sayang, dua staf BPOM Dra Nurjaya Bangsawan dan Drs Apt Agung Supriyanto, enggan menjelaskan jenis - jenis jamu yang disita. Termasuk enggan menjelaskan langkah apa yang akan diambil untuk melindungi konsumen jamu di Salatiga.

"Kalau minta konfirmasi, jangan ke saya. Saya hanya ditugaskan pimpinan untuk meneliti. Sampel jamu ini kami bawa ke Semarang. Kalau sudah diperiksa, pimpinan pasti akan mengadakan jumpa pers," kata Agung.

Sementara itu, Ketua Badan Pengelola RSUD Salatiga dr Kuncoro Adi Purjanto menambahkan, jumlah pasien yang masih dirawat empat orang. Seorang masih diinfus, sedangkan tiga lainnya tidak.

Kasus keracunan jamu tersebut tampaknya diketahui secara terlambat oleh Dinas Kesehatan Kota (DKK) Salatiga dan BPOM Jateng.

Kasubdin Pelayanan Kesehatan DKK Salatiga Drs Apt Siswanto Jaka Purnama mengaku baru mengetahui kasus tersebut setelah membaca Suara Merdeka terbitan hari Selasa (18/5).

Karena itu, Kepala DKK Salatiga dr Suryaningsih langsung membentuk tim peneliti kasus tersebut. Untuk meneliti pasien, Suryaningsih menugaskan Kasubdin Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan dr Sovie Haryanti MKes.

Sovie pun enggan memberikan penjelasan. "Saya no comment saja. Tanya yang diberi mandat untuk memberikan keterangan kepada wartawan oleh Bu Suryaningsih," tutur Sovie seraya menunjuk Siswanto Jaka Purnama.

Untuk meneliti penyebab keracunan, Suryaningsih menugaskan Siswanto Jaka Purnama. Hanya, ketika Jaka Purnama menugaskan Kasi Farmasi Makanan dan Minuman, Sanusi, ke Toko Obat Kembang Menoor, pemilik toko berkesan tak terbuka. "Pemiliknya mengatakan, dia hanya menjual jamu-jamu bermerek," ucap Sanusi.

Tertutup

Pemiliknya, Sunarso, baru terbuka ketika tokonya didatangi oleh dua petugas BPOM. Hanya, beberapa saat setelah Nurjaya dan Agung Supriyanto yang disertai Jaka Purnama dan Sanusi datang ke toko tersebut, semua pintu langsung ditutup karyawan toko.

Kepada petugas BPOM, Ny Sunarso menyerahkan beberapa bungkus jamu yang diduga sisa dari jamu yang diberikan kepada para konsumennya. Dari beberapa bungkus jamu tersebut, dalam satu bungkus terlihat serbuk temulawak.(A2-84k)

Profil PT.Sido Muncul





Visi dan Misi

Visi : Menjadi industri jamu yang dapat memberikan manfaat pada masyarakat dan lingkungan.

Misi :
Meningkatkan mutu pelayanan di bidang herbal tradisional
Mengembangkan research / penelitian yang berhubungan dengan pengembangan pengobatan dengan bahan-bahan alami.
Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya membina kesehatan melalui pola hidup sehat, pemakaian bahan-bahan alami dan pengobatan secara tradisional.
Ikut mendorong pemerintah / instansi resmi agar lebih berperan dalam pengembangan pengobatan tradisional.


Sumber Daya Manusia
Saat ini PT. SidoMuncul didukung lebih dari 2000 karyawan dengan tingkat pendidikan bervariasi dan ditempatkan sesuai dengan keahlian, kemampuan dan kapasitasnya masing-masing. Sebagai pendukung, SidoMuncul juga memilki tenaga ahli dari berbagai disiplin ilmu, seperti biologi, ekonomi, farmasi, pertanian, hukum, teknologi pangan, teknik kimia, teknik elektro, dll.

Untuk mengembangkan kemampuan, pada waktu-waktu tertentu kepada karyawan diberikan kesempatan mengikuti pelatihan, kursus, maupun seminar. Untuk mendukung pengembangan, PT. SidoMuncul juga merekrut konsultan yang ahli di bidangnya, misalnya : apoteker, dokter umum, dokter gigi dan spesialis.


Fasilitas Pabrik
Dengan standar pabrik CPOB ( Standard pabrik Farmasi ), maka fasilitas yang ada di PT. SidoMuncul antara lain :

1. Laboratorium
Laboratorium Instrumentasi
Laboratorium Farmakologi
Laboratorium Formulasi
Laboratorium Farmakognosi
Laboratorium Stabilitas
Laboratorium Kimia, yang dilengkapi peralatan HPLC ( High Pressure Liquid Chromatography ), GC ( Gas Chromatography ) dan TLC Scanner ( Thin Layer Chromatography ). Keseluruhan laboratorium tersebut dibangun di atas lahan seluas 1200 m².
Laboratorium Kultur Jaringan
2. Kebun percobaan dan budidaya tanaman obat
3. Extraction Centre
4. Pengolahan air bersih
5. Pengolahan air limbah
6. Perpustakaan
6. Klinik Holistik

Selain sebagai tempat pelaksanaan produksi, di lokasi pabrik PT. SidoMuncul juga terdapat Agrowisata seluas 1,5 hektar. Lahan agrowisata tersebut berisikan berbagai jenis tanaman obat yang ada di Indonesia dan digunakan sebagai bahan baku produksi produk jamu SidoMuncul.
Disamping itu, PT. SidoMuncul juga memberikan kesempatan bagi masyarakat umum untuk datang berkunjung dan melihat secara langsung proses produksi yang dilakukan, dengan harapan dapat membuka mata masyarakat jamu - jamu produksi SidoMuncul memang memenuhi standar CPOB dan aman serta berkhasiat untuk dikonsumsi.


Agrowisata
Keberadaan Agrowisata PT. SidoMuncul bertujuan untuk mengoleksi tanaman obat, terutama diprioritaskan pada tanaman - tanaman langka atau yang hampir punah. Sebagian besar koleksinya terdiri dari tanaman untuk bahan jamu yang dipergunakan oleh para industri dan lainnya masih dieksplorasi dari alam.

Pada tahun 1999 dirintis pembukaan kawasan khusus untuk lokasi koleksi tanaman obat yang akhirnya didesain seartistik mungkin dan menarik untuk dilihat dan dikunjungi. Secara resmi tempat tersebut dijadikan obyek agrowisata khusus koleksi tanaman obat yang dirancang terpadu, antara koleksi tanaman obat dengan desain taman serta infrastruktur lainnya.

Lokasi...

Agrowisata tanaman obat PT. SidoMuncul berlokasi di kawasan pabrik / industri jamu PT. SidoMuncul, Jln. SoekarnoHatta, desa Diwak, kecamatan Bergas, kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Menempati lahan seluas 1,5 hektar, dengan topografi tanah landai, ketinggian tempat 440 meter dari permukaan laut.

Sarana dan Prasarana...

1. Koleksi tanaman obat sejumlah kurang lebih 400 spesies, termasuk tanaman introduksi / yang didatangkan dari luar negeri, antara lain : Echinacea purpurea, Tribulus Terrestris, Mintha Piperita, Sybilum Marianum dan Jamur Ganoderma Lucidum.
2. Jalan yang bisa dilalui mobil, untuk berkeliling lokasi
3. Aula berupa Gasebo
4. Kolam ikan ( danau buatan )
5. Nursery / kebun bibit dan tempat penjualan bibit tanaman obat



Agrowisata PT. SidoMuncul memiliki tiga ( 3 ) buah misi, yaitu :

1. Misi Ilmiah
Merupakan tempat koleksi tanaman hidup yang diambil dari berbagai tempat, yang bisa diindikasikan sebagai tanaman obat, terutama tanaman langka sebagai tanaman stok / plasma nutfah, yang sewaktu-waktu dapat dipergunakan sebagai bahan penelitian lebih lanjut, baik untuk penelitian budidaya / pengembangan atau penelitian khasiat sebagai bahan baku jamu baru. Penelitian selain dilakukan oleh team R&D PT. SidoMuncul juga melibatkan atau bisa dilakukan oleh institusi lain terutama para pelajar dan mahasiswa.

2. Misi Sosial
Agrowisata dibuka untuk umum, siapa saja bisa datang berkunjung, terutama yang peduli terhadap keanekaragaman hayati alam Indonesia. Agrowisata bisa memberikan wawasan dan pengetahuan baru kepada masyarakat, terutama tentang tanaman obat baik mengenai cara budidaya maupun fungsi dan khasiatnya bagi kesehatan manusia.

3. Misi Ekonomi
Agrowisata sebagai Plasma Nutfah / Stok tanaman hidup yang bisa dikembangkan untuk tanaman baru sebanyak-banyaknya di tempat lain. Hasil perbanyakan tanaman yang berupa bibit atau benih dikembangkan seluas-luasnya di tempat lain dan hasilnya digunakan sebagai bahan baku industri jamu atau komoditas tanaman perdagangan.


Agrowisata PT. SidoMuncul terbuka untuk umum, dan biasanya dalam sebulan menerima minimal empat kali kunjungan. Program kunjungan Agrowisata biasanya dilakukan setelah pengunjung melakukan peninjauan ke proses produksi pabrik, yang letaknya tidak jauh. Bagi yang berminat bisa langsung menghubungi Public Relations Department, PT. SidoMuncul, baik yang berada di Jakarta maupun yang ada di Semarang.


Ramah Lingkungan
Sebagai perusahaan yang bahan bakunya tanaman, PT. SidoMuncul tidak ingin kehadirannya menghasilkan limbah yang dapat merusak alam, sehingga berupaya untuk melestarikan aneka tanaman obat yang ada di Indonesia. Untuk menangani limbah cair, di lokasi pabrik dipasang instalasi pengolahan air limbah sehingga air limbah dapat diolah menjadi air yang bisa digunakan untuk menyirami tanaman. Sedangkan limbah padat dari buangan sisa ekstraksi akan dilolah menjadi pupuk organik , yang bisa digunakan untuk memupuk tanaman.

Dengan upaya penanganan limbah tersebut, diharapkan PT. SidoMuncul menjadi perusahaan yang ramah lingkungan, dan lokasi seputar pabrik menjadi asri karena tanaman tumbuh subur.


Kerjasama Ilmiah
Agar produk dapat senantiasa berkembang sesuai dengan tuntutan masyarakat dan kemajuan tekhnologi, kerjasama dilakukan dengan lembaga-lembaga ilmu pengetahuan, baik dimata masyarakat maupun dunia " ke-ilmu-an ", seperti :

Universitas Diponegoro, Semarang
PPOT, Universitas Gadjahmada, Jogjakarta
Fakultas Farmasi, Universitas Widya Mandala, Surabaya
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Jogjakarta
Lembaga penelitian, Institut Tekhnologi Bandung
Balai Penelitian Tanaman Obat, Depkes, di Tawangmangu
Balai Penelitian Tanaman Obat dan Rempah, di Bogor.


Organisasi
Organisasi yang diikuti oleh SidoMuncul :

GPJI (Gabungan Pengusaha Jamu dan Obat Tradisional Indonesia)
BIOFARMAKA INDONESIA
APSKI (Asosiasi Pengusaha Suplemen Kesehatan Indonesia)
GAPMMI (Gabungan Pengusahan Makanan dan Minuman Indonesia)
Forum Kerjasama Pengembangan Biofarmaka Indonesia
Koalisi Fortifikasi Indonesia

Contact
Marketing Office
Jl. Cipete Raya No. 81
Jakarta 12410, Indonesia
Tel : (62 21) 765 3535
Fax : (62 21) 765 6522
E-mail : marketing@sidomuncul.com

Factory
Jl. Soekarno Hatta Km. 28
Kec. Bergas - Klepu, Semarang - Indonesia
Tel : (62-24) 6580-559, (62-298) 523-515
Fax : (62-24) 6580-332, (62-298) 523-509
E-mail : simuncul@indosat.net.id

Source: www.sidomuncul.com (ven)


Sekilas Tentang Jamu

Ramuan asli Indonesia atau Jamu atau yang juga dikenal sebagai obat asli Indonesia sebenarnya telah ada sejak jaman dulu. Jamu kemudian lebih berkembang dan dikenal karena secara eksis digunakan oleh kaum bangsawan kerajaan-kerajaan di Indonesia, terutama yang terletak di tanah jawa, sebagai upaya perawatan atau pengobatan untuk kesehatan. Semua ramuan jamu berasal atau menggunakan tanaman-tanaman asli dan alami.

Meski tidak terlalu tampak, perkembangan dan penggunaan Jamu di Indonesia makin menyebar dan " merakyat ". Usaha jamu sendiri dirintis sejak ratusan tahun yang lalu, oleh perusahaan jamu Ny. Item dan Ny. Kembar di Ambarawa, di tahun 1825. Setelah itu, di era tahun 1900-an bermunculan pabrik-pabrik jamu lain diantaranya adalah SidoMuncul.

Saat ini, di Indonesia terdapat kurang lebih 600 industri jamu, besar dan kecil, sementara jumlah pengrajin jamu hampir mencapai 400 pengrajin.

Industri jamu juga senantiasa mengikuti perkembangan jaman dan permintaan konsumen. Pengembangan Industri jamu yang berbasiskan tanaman obat alami / bahan natural, dapat dikembangkan dalam berbagai bidang produk, antara lain :

1. Herbal Medicine
2. Herbal Food
3. Herbal Drinks
4. Herbal Cosmetics
5. Herbal Candy
6. Herbal Tea
7. Herbal Flower
8. dll


Keunggulan Obat dari Bahan Tumbuhan



Perlu diketahui bahwa obat dari bahan tumbuh-tumbuhan, mempunyai keunggulan dibandingkan dengan obat kimia murni. Keunggulannya antara lain dalam hal khasiat yang lebih baik serta efek samping yang lebih kecil daripada obat berbahan kimia murni.Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.

Tumbuhan obat mengandung sekelompok zat aktif, yang secara kimia berbeda-beda rumus molekulnya. Oleh karena itu jika salah satu bagian tumbuhan obat itu digunakan, maka zat-zat aktif tersebut saling berinteraksi, sehingga khasiat yang ditunjukkan adalah merupakan hasil akhir ( resultante ) antar aksi zat-zat aktif tersebut.

Dalam tulisan yang berjudul " Drugs Used In The Chemotherapy of Protozoal Infections " atau obat-obatan kimia yang digunakan dalam pengobatan Protozoa, dalam buku The Pharmacological Basis of Therapeutics atau Dasar Farmakologik Pengobatan, Lelie T. Webster Jr. menyatakan bahwa, walaupun rumus molekul zat-zat berkhasiat dalam suatu tumbuhan itu berbeda-beda, namun umumnya memiliki inti molekul yang sama. Selanjutnya, zat-zat yang memilki inti molekul yang sama itu memilki khasiat yang sama, hanya saja besar kecil atau kuat lemahnya berbeda, atau bahkan kadang jenis khasiat zat yang satu berlawanan dengan yang satunya, sehingga jika dicampur maka akan saling menguatkan atau melemahkan yang lainnya.
Agar memudahkan kita untuk membayangkan hal tersebut, dapat diambil contoh kulit kina. Bahan ini mengandung alkaloid-alkaloid antara lain kinina, sinkonina, kinidina, dan sinkonidina. Zat-zat ini memiliki inti molekul yang sama, yaitu kinolina, maka semua zat ini memiliki khasiat yang sama, misalnya sebagai antipiretika (penurun demam), analgetik (penghilang nyeri), anti malaria dan anti aritmia jantung (anti denyut jantung yang tidak seirama), namun kekuatan atau besarnya saja yang berbeda. Demikian juga efek sampingnya sama jenisnya seperti pusing kepala dan berdengingnya telinga yang ditimbulkan oleh zat kinina, namun besar dan kuatnya saja yng berbeda.

Dengan demikian maka jika digunakan obat dari bahan tumbuhan maka seperti telah diuraikan, khasiatnya merupakan hasil akhir antar aksi semua jenis zat kandungan bahan tumbuhan tersebut, yaitu lebih baiknya khasiat dan lebih kecilnya efek samping obat dari bahan alam tumbuhan tersebut.

Hal yang demikian itu tak dapat ditunjukkan oleh zat kimia tunggal murni, karena baik khasiat maupun efek sampingnya adalah murni berasal dari zat kimia tersebut, dan tidak ada yang mempengaruhinya.

Bahwa obat dari bahan tumbuhan memiliki khasiat yang lebih baik dan efek samping yang lebih kecil daripada obat kimia murni dapat ditunjukkan pada kenyataan berikut : Jika kita menggunakan akar pulai pandak dan reserpina (zat kandungan akar pulai pandak) untuk pengobatan penyakit tekanan darah tinggi kemudian hasilnya dibandingkan, maka akan dapat diketahui bahwa penggunaan akar pulai pandak memberi khasiat yang lebih baik dan efek samping yang lebih kecil daripada reserpina. Hal itu dapat diketahui dari kenyataan bahwa jika untuk memberikan efek penurunan tekanan darah yang diharapkan, kita menggunakan reserpina murni akan diperlukan 1 mg, sedang jika digunakan akar pulai pandak cukup cukup hanya menggunakan 250 mg saja. Akar pulai pandak sejumlah ini hanya mengandung ¼ mg reserpina, hal ini berarti bahwa penggunaan akar pulai pandak lebih efektif daripada reserpina murni, sehingga berkhasiat dan efek sampingnya lebih kecil dari reserpina murni tunggal.

Terdapat pula kenyataan lain bahwa jika 4 bagian verodoksin, salah satu zat kandungan daun Digitalis dicampur dengan 6 bagian digitoksin zat kandungan daun Digitalis pula, ternyata daya pengobatannya setara dengan daya pengobatan 10 bagian digitoksin. Dengan demikian campuran tersebut lebih efektif daripada digitoksin saja, sedang efek sampingnya ternyata lebih kecil. Hal ini membuktikan bahwa daun Digitalis yang mengandung verodoksin dan digitoksin itu lebih efektif daripada digitoksin murni dan jelas pula seperti halnya akar pulai pandak, efek sampingnya akan lebih kecil daripada digitoksin murni tunggal.

Dengan kedua kenyataan tersebut dapat ditarik kesimpulan, bahwa obat dari bahan tumbuhan lebih efektif dan lebihb kecil efek sampingnya dibandingkan dengan obat kimia murni.

Namun pernyataan di atas jangan disalah artikan bahwa obat dari bahan tumbuhan tersebut tidak punya efek samping, adalah keliru. Daun kecubung misalnya, yang mengandung zat antropina, jelas memilki efek samping yang keras. Namun efek sampingnya tetap lebih kecil jika dibandingkan dengan zat antropina murni.



Djoko Hargono
Pemerhati Obat Asli Indonesia

Keterangan Gambar: Jamur Lingzhi (ven)

Tentang Jamu




Ketika manusia purba hadir di bumi, perhatian utama mereka adalah upaya untuk mempertahankan hidupnya. Kebutuhan pertama yang dirasakan adalah bagaimana cara memperoleh makanan. Karenanya, perhatian mereka tercurah pada alam sekitar, tumbuhan dan binatang apakah yang dapat dijadikan bahan pangan atau makanan yang aman…dan dari kesemuanya tumbuhan merupakan bahan pangan yang paling mudah didapat. Keberadaan tanaman-tanaman tersebut pada perkembangannya tidak hanya dijadikan bahan pangan, namun juga untuk mengatasi masalah kesehatan. Dari itulah, kemudian diperoleh pengetahuan tentang berbagai jenis tumbuhan yang dapat digunakan sebagai obat untuk mengatasi jenis-jenis penyakit yang mengganggu kesehatan mereka.

Agar pengalaman tentang tumbuhan obat ini dapat ditularkan kepada anak cucu, sanak saudara maupun semua anggota masyarakat purba itu, mereka melakukan penyampaian lisan dari mulut ke mulut. Setelah adanya pengetahuan tentang tulis menulis, maka semua pengalaman tentang bahan-bahan baku alam ini, yang meliputi bahan tumbuhan, mineral (pelikan) , serta cara pemanfaatannyapun dicatat. Karena pada saat itu belum dikenal kertas, maka pencatatan dilakukan dengan cara menulis pada lempengan tanah liat yang masih basah dengan menggunakan logam tajam seperti paku, yang kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari. Cara penulisan lain dilakukan pada lembar-lembar daun lontar yang kuat, misalnya pada daun tumbuhan sejenis kelapa yang disebut lontar.
Lama kelamaan, setelah mereka mampu membuat kertas maka catatan mengenai perkembangan di bidang obat-obatan dari alat mini ditulis di atas kertas (papiry). Era selanjutnya berkembang lagi, yakni apa-apa yang telah dapat dicatat dikertas-kertas tadi dikembangkan menjadi buku-buku, seperti " De Materia Medica ", yang ditulis oleh Peanios Dioscorides. Juga buku " Genera Plantarum " oleh Linnaeus serta penulis-penulis lainnya. Kemudian disusunlah bahan-bahan tumbuhan tersebut beserta persyaratan-persyaratannya dalam suatu buku yang disebut Farmakope. Perkembangan menjadi lebih pesat lagi setelah ditemukannya komputer, internet dan sebagainya. Dengan demikian keterangan mengenai tumbuhan obat tersebut semakin luas tersebar, sehingga dapat diketahui dan dipelajari masyarakat seluruh pelosok dunia. Sementara itu, dengan dipelopori oleh Galen ( tahun 131 - 200 setelah Masehi ) seorang farmasis merangkap dokter, dimulailah upaya-upaya untuk membuat sediaan obat yang berasal dari tumbuhan dan hewan. Dari rintisan Galen inilah, kemudian dikenal cara-cara mengekstraksi (Mengambil sari) zat-zat yang berkhasiat dari bahan-bahan alami tersebut, dan lahirlah istilah " sediaan galenik / sediaan olahan " di bidang farmasi, termasuk apa yang dikenal dengan ekstrak dan tingtur, yang terus berkembang hingga kini.



Di Indonesia demikian pula keadaannya, terjadi perkembangan serupa yaitu sejak jaman dahulu kala, nenek moyang kita memanfaatkan tumbuhan untuk bahan obat-obatan. Sejarah tersebut terekam dalam sebuah dokumen tertua, yakni tahun 772 setelah Masehi, pada relief candi Borobudur berupa lukisan tentang obat, yang sampai sekarangpun masih digunakan sebagai obat. Dokumen serupa terdapat pula pada relief candi Prambanan, Penataran dan Tegalwangi.

Ramuan-ramuan obat yang berasal dari tumbuhan ini ditulis oleh penemunya, diatas daun lontar, yang di Bali disebut Lontar Usada dan ditulis dari tahun 991 sampai 1016 setelah masehi. Demikian juga di Sulawesi Selatan terdapat penulisan resep-resep yang dinamakan Lontarak Pabbura.
Di Jawa, penulisan resep-resep obat dilakukan diatas Rontal ( Ron = daun ) , daun Tal, sama dengan Lontar juga. Dokumen-dokumen ini telah ada yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia maupun asing. Salah satu contoh dokumen hasil terjemahan tersebut adalah pada tahun 1937 di Bali, Lontar Usada diterjemahkan oleh Dr. med. Wolfgang Weck seorang dokter pemerintah Hindia Belanda, dalam bukunya Heilkunde und Volkstum auf Bali ( Pengetahuan tentang Penyembuhan dan Pekerti Rakyat Bali ). Juga Dr. R. Goris sejak sebelum Perang dunia Ke-II, banyak menulis tentang the Balinese Medical Literature di pelbagai majalah yang terbit di Indonesia maupun di luar negeri.

Disamping itu, di Indonesia sebelum era kemerdekaan terdapat pula kegiatan pengumpulan data dan informasi tentang pemanfaatan tumbuhan untuk pengobatan tersebut, yang dilakukan oleh dua orang Belanda,yaitu J. Kloppenburg-Versteegh dan Martha C. van Wijk-Fransz. Keduanya mengakhiri kegiatannya dengan menerbitkan buku masing-masing, yakni " Indische Planten en Haar Geneeskracht " atau " Tumbuh-tumbuhan Indonesia dan Khasiatnya untuk Kesehatan" dan " Martha's Indische Kruiden Recepten Boek " atau " Buku resep-resep tumbuhan Indonesia ". Buku yang pertama kali diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta, menjadi dua jilid dan beredar bebas.

Pada zaman keraton-keraton Indonesia, misalnya Keraton Surakarta, pengetahuan tentang ramuan-ramuan obat dari bahan alam ini telah dibukukan kedalam " Kawruh Bab Jampi Jawi " atau " Pengetahuan tentang Jamu Jawa", yang diterbitkan pada tahun 1858 dan memuat sebanyak 1734 ramuan jamu. Awalnya sebagai bahan baku obat asal tumbuh-tumbuhan yang digunakan oleh nenek moyang kita diambil dari tumbuhan liar yang tumbuh di sekeliling tempat tinggalnya. Namun ketika tumbuh-tumbuhan di sekeliling rumahnya tidak mampu lagi memenuhi kebutuhannya, maka mulailah pencarian bahan baku dilakukan di tempat yang lebih jauh lagi, bahkan sampai ke wilayah hutan. Namun karena obat-obat nabati tersebut berasal dari tumbuhan liar, yang umurnya tidak seragam, maka mutunya tidak seragam pula. Karenanya mulai dipikirkan untuk membudidayakan tumbuhan sumber bahan baku tersebut agar dapat diatur pertumbuhan yang seragam, sehingga pada waktu pengumpulan bahan baku obat nabati tersebut dapat mempunyai umur yang bersamaan.



Dengan cara tersebut, maka dapat diupayakan bahan baku obat nabati memilki mutu yang seragam. Tinggallah sekarang dipikirkan kapan pengumpulan (panenan) bahan baku tersebut dilakukan, agar memilki mutu yang baik (optimal). Untuk rimpang , biasanya pemanenan sebaiknya dilakukan pada akhir musim kemarau, saat pertumbuhan tumbuh-tumbuhan tersebut berhenti. Kondisi terbaiknya dapat diketahui jika batang atau daunnya mulai mengering dan menguning, dan dipilih akar yang berdaging / gemuk. Selanjutnya untuk daun, pucuk berbunga atau seluruh bagian tumbuhan di atas permukaan tanah, sebaiknya dipanen antara jam 09.00 - 11.00, karena belakangan diketahui bahwa pada saat itu pertukaran zat ( asimilasi ) berlangsung maksimal. Disamping itu hendaknya dipanen pada saat tumbuhan itu berbunga atau sebelum masknya buah. Kemudian kulit batang (misalnya kulit batang pulai), berdasarkan pengalaman dikumpulkan pada musim penghujan, ketika pertunasan mulai terjadi. Diketahui bahwa pada saat itu kulit batang paling banyak mengandung zat-zat berkhasiat. Sementara bunga-bunga berdasarkan pengalaman dipanen sebelum atau ketika terjadi penyerbukan (sudah mulai didatangi lebah atau kupu-kupu). Kemudian untuk buah dipanen sebelum masak (cabe jawa, kemukus dan lada hitam ) atau pada saat masak ( adas manis, adas atau lada putih ). Akhirnya biji dikumpulkan pada saat buah yang mengandungnya masak.

Namun dengan masuknya penjajahan Belanda ke Indonesia, ikut pula masuk pengetahuan Barat, yang lambat laun menggeser pengetahuan tentang obat alam pada masyarakat, selanjutnya mengakibatkan berkurangnya pengetahuan tentang obat alam, bahkan hingga enggan menggunakan karena dianggap obat kampung dan tidak berkhasiat. Padahal kenyataan menunjukkan bahwa tidak seperti yang diduga, obat alam mampu berperan dalam mengatasi masalah kesehatan, yang ternyata dari jaman dahulu pada saat obat kimia belum dikenal, nenek moyang kita mampu bertahan hidup serta mampu menurunkan generasi-generasi penerus.Ini sebenarnya merupakan bukti bahwa obat alam memiliki kemampuan menanggulangi masalah kesehatan yang dihadapi.

Walaupun kedatangan penjajah Belanda sempat mengikis kepedulian kita pada obat alam, namun kenyataan menunjukkan bahwa kepedulian tersebut tidaklah punah sama sekali, karena pada jaman perjuangan merebut kemerdekaan Indonesia, dalam rangka mengantisipasi kurangnya obat-obatan bagi para pejuang kemerdekaan, para dokter yang bertugas di medan juang memalingkan perhatiannya pada obat yang berasal dari alam, khususnya tumbuh-tumbuhan.
Maka dengan meneladani semangat cinta obat alam yang telah ditunjukkan oleh Prof. Dr. M. Sardjito, Drs. Med. Ramali, yang ketika itu berjuang di daerah Surakarta, mempelopori penyusunan buku tentang formula obat-abat alam, yang kemudian diberi nama " Formularium Medicamentorum Soloensis". Demikianlah maka ketika dunia barat mendengungkan semboyan " Back To Nature ", kita sebenarnya telah mendahului memanfaatkan obat alam dalam pelayanan kesehatan, hanya saja karena lambannya pertumbuhan semangat cinta obat alam tersebut, maka sampai kinipun perjuangan untuk memulihkan kedudukan obat alam dalam dunia kesehatan masih harus terus kita lakukan.



Djoko Hargono,

Pemerhati Obat Asli Indonesia



Sejarah PT.Sido Muncul



PT. SidoMuncul bermula dari sebuah industri rumah tangga pada tahun 1940, dikelola oleh Ibu Rahkmat Sulistio di Yogyakarta, dan dibantu oleh tiga orang karyawan. Banyaknya permintaan terhadap kemasan jamu yang lebih praktis, mendorong beliau memproduksi jamu dalam bentuk yang praktis (serbuk), seiring dengan kepindahan beliau ke Semarang , maka pada tahun 1951 didirikan perusahan sederhana dengan nama SidoMuncul yang berarti "Impian yang terwujud" dengan lokasi di Jl. Mlaten Trenggulun. Dengan produk pertama dan andalan, Jamu Tolak Angin, produk jamu buatan Ibu Rakhmat mulai mendapat tempat di hati masyarakat sekitar dan permintaannyapun selalu meningkat.
Dalam perkembangannya, pabrik yang terletak di Jl. Mlaten Trenggulun ternyata tidak mampu lagi memenuhi kapasitas produksi yang besar akibat permintaan pasar yang terus meningkat, dan di tahun 1984 pabrik dipindahkan ke Lingkungan Industri Kecil di Jl. Kaligawe, Semarang.

Guna mengakomodir demand pasar yang terus bertambah, maka pabrik mulai dilengkapi dengan mesin-mesin modern, demikian pula jumlah karyawannya ditambah sesuai dengan kapasitas yang dibutuhkan ( kini jumlahnya mencapai lebih dari 2000 orang ).
Untuk mengantisipasi kemajuan dimasa datang, dirasa perlu untuk membangun unit pabrik yang lebih besar dan modern, maka di tahun 1997 diadakan peletakan batu pertama pembangunan pabrik baru di Klepu, Ungaran oleh Sri Sultan Hamengkubuwono ke-10 dan disaksikan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan saat itu, Drs. Wisnu Kaltim.

Pabrik baru yang berlokasi di Klepu, Kec. Bergas, Ungaran, dengan luas 29 ha tersebut diresmikan oleh Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial Republik Indonesia, dr. Achmad Sujudi pada tanggal 11 November 2000. Saat peresmian pabrik, SidoMuncul sekaligus menerima dua sertifikat yaitu Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) dan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) setara dengan farmasi, dan sertifikat inilah yang menjadikan PT. SidoMuncul sebagai satu-satunya pabrik jamu berstandar farmasi. Lokasi pabrik sendiri terdiri dari bangunan pabrik seluas 7 hektar, lahan Agrowisata ,1,5 hektar, dan sisanya menjadi kawasan pendukung lingkungan pabrik.



Secara pasti PT. SidoMuncul bertekad untuk mengembangkan usaha di bidang jamu yang benar dan baik. Tekad ini membuat perusahaan menjadi lebih berkonsentrasi dan inovatif. Disamping itu diikuti dengan pemilihan serta penggunaan bahan baku yang benar, baik mengenai jenis, jumlah maupun kualitasnya akan menghasilkan jamu yang baik.
Untuk mewujudkan tekad tersebut, semua rencana pengeluaran produk baru selalu didahului oleh studi literatur maupun penelitian yang intensif, menyangkut keamanan, khasiat maupun sampling pasar. Untuk memberikan jaminan kualitas, setiap langkah produksi mulai dari barang datang , hingga produk sampai ke pasaran, dilakukan dibawah pengawasan mutu yang ketat.
Seluruh karyawan juga bertekad untuk mengadakan perbaikan setiap saat, sehingga diharapkan semua yang dilakukan dapat lebih baik dari sebelumnya.