Minggu, Desember 02, 2007

Pendekar-pendekar Komik Tionghua

mengapa kami memposting cerita yang sepertinya tidak ada kaitannya dengan isi blog,
sebenarnya yang mau kami tampilkan adalah mengenai kehebatan ilustrator indonesia.
yang bertujuan memperkaya khasanah budaya Indonesia



Medio 1960 – Medio 1980
SALAH satu bentuk kesenian moderen adalah komik alias cergam (cerita bergambar). Sayang sekali sekarang komik Indonesia mengalami ‘mati suri’, belum lahir lagi komikus-komikus seperti pada 25 tahun silam. Lihat di toko buku-toko buku, rak-rak dipenuhi manga (komik Jepang), terjemahan komik Mandarin (Hong Kong-Singapura) serta alihbasa komik superhero Amerika.
Aku sendiri adalah penikmat komik sejak usia tiga tahun. Sempat mengenyam masa keemasan komik Indonesia pada era medio tahun 1960-an sampai dengan medio 1980-an.


Pada masa itu, tersohor nama Lima Pendekar Komik Nomor Satu dari ibukota. Mereka adalah lima serangkai: Ganes Th., Jan, Zaldy, Sim dan Hans. Tahukah Anda kalau empat dari lima besar itu adalah etnis Tionghoa? Hanya Jan satu-satunya yang bukan. Sebenarnya ia berasal dari Jogjakarta, hanya kemudian hijrah dan angkat nama di Jakarta.
Lima sahabatku itu sekarang empat di antaranya telah almarhum - semoga mereka semua diterima di sisiNya sesuai amal ibadah masing-masing – tersisa satu-satunya yang masih sehat walafiat, Hans.
Tulisan ini sekilas kenangan untuk mereka.
GANES TH.



Legenda dunia komik Indonesia dengan karya legendarisnya, Si Buta dari Goa Hantu. Menurutnya, bukan menjiplak film Zato Ichi, si pendekar pemijat buta dari Jepang, melainkan dari film koboi buta Italia yang dibintangi Cameron Mitchell, The Blind Gunfighter.
Sebagian besar karyanya berlatar belakang Betawi tempo doeloe seperti: Tuan Tanah Kedawung, Jampang, Taufan, dan Reo Anak Serigala (murid si Buta).
Ganes bukan cuma berkiprah di dunia komik tapi juga menerobos dunia film dengan menulis skenario merangkap penata kostum. Hampir semua komiknya telah difilmkan. Bahkan sebelum tutup usia masih mendukung pembuatan serial sinetron Si Buta dari Goa Hantu dan Reo Anak Serigala untuk teve.
JAN
Komikus yang paling western style. Memakai nama lengkap Jan Mintaraga. Coretannya selevel komikus-komikus kelas satu Amerika. Karya monumentalnya, Sebuah Noda Hitam. Hakekatnya lebih tepat disebut Novel-Komik karena kebagusan cerita dan coretannya.
Ketika komik roman menyurut, beralih bikin komik silat (pada dasarnya Jan adalah penggemar berat cersilnya Chin Yung) seperti Pendekar Kelelawar dan serial superhero Halilintar.
Menjelang meninggal masih bekerja di Dunia Fantasi, Ancol, memimpin pelukisan wahana Rama dan Shinta era futuristic.
ZALDY



Lengkapnya memakai nama Zaldy Armendaris. Coretannya sangat disukai muda-mudi zamannya karena gambar cowonya ganteng-ganteng dan cewenya cantik-cantik. Kebetulan abang kandungnya, Hadi Purwanta, adalah seorang penerbit.
Komiknya, Setitik Air Mata Buat Peter difilmkan Rapi Film (produksi perdananya) dengan judul Air Mata Kekasih (1971) yang dibintangi pasangan Suzzanna-Budi Schwarzkrone.
Sampai akhir hayat tetap membujang, tak pernah menikah, kemungkinan karena pernah mengalami patah hati di masa remajanya (?!).
SIM
Sim adalah she (marga) dari komikus bernama Sim Kim Toh ini. Ganti nama jadi Simon Iskandar. Pernah menjadi guru menggambar di SMA kawasan Kebun Jeruk, Mangga Besar, sebelum bikin komik-komik samurai Jepang (pengaruh Akira Kurosawa?!). Kemudian beralih jadi komikus spesialis roman remaja.
Karyanya paling terkenal, Buku Harian Monita, diangkat dari film drama Hong Kong laris. Kiblatnya memang pada film-film Mandarin, tak heran kalau gambar tokoh-tokohnya mirip profil Lily Ho, Li Ching, Ching Li dan Ling Yun (bintang-bintang top Shaw Brothers era 1970-an).
Setelah masa keemasan komik memudar beralih menjadi illustrator untuk sejumlah majalah dan wartawan film sampai tarikan nafas terakhirnya. Meninggalkan isterinya dengan seorang puteri dan dua putera.
HANS
Menuliskan nama lengkapnya Hans Djaladara. Komik silat monumentalnya, Pandji Tengkorak. Berlanjut ke Walet Merah dan Si Rase Terbang. Terus terang kisah Pandu Wilantara alias pendekar Pandji Tengkorak menurutku diilhami cersilnya Liang Yu-hen, Perjodohan Busur Kumala (tokohnya si pendekar gembel Kim Si-ih), dipadukan dengan Django-nya Franco Nero (koboi spaghetti Italia) yang berkelana sambil menyeret peti mati istrinya.
Ketika kejayaan komik menyurut, Hans memboyong keluarganya meninggalkan Jakarta untuk mukim di Kebumen, Jawa Tengah. Baru belakangan kembali ke Jakarta.
Menurutku coretannya lebih indah dibanding karya Tony Wong (komikus Hong Kong yang kondang lewat serial Tiger Wong) atau Wee Tian Beng (komikus Singapura).
Sampai tiga kali merevisi komik legendarisnya, Panji Tengkorak, namun sulit mengembalikan kejayaan masa mudanya. Sekarang Hans menjadi pelukis kanvas, antara karyanya yang apik adalah lukisan Pasar Pisang.

Selain Lima Besar di atas, dari Jakarta masih bisa ditambahkan nama-nama:
Leo (alias Oen Tiong Ho yang kemudian ganti nama jadi Untung Purwono) dengan komik-komik lucunya seperti Dul Cepot, Tong Gembrot dll.
Tony Gamelia (epigon Zaldy yang kelak justru melukis lebih bagus), Djoni Andrean, Fashen, Anda Suhendra, Man (Mansyur Daman), Jeffry, Riy, dan Floren.
Dari Bandung: Gerdi WK, U. Sjahbudin (serial Pendekar Bambu Kuning), Har (Harnaeni Hamdan) dan Bram (Bramantyo) (serial Laba-Laba Merah).
Semarang: Indri Soedono (Dagelan Petruk-Gareng)
Jogjakarta: Wid NS (serial Godam) dan HASMI (serial Gundala cs).
Cirebon: Djair Warni (serial Jaka Sembung)
Tegal: Rio Purbaya
Purwokerto: Budiyanto (Angling Darma)
Surabaya: Teguh Santosa (serial Sandhora, Mat Pelor, Mat Romeo)
Sebelumnya dari Medan ada nama-nama besar: Zam Nuldyn (setelah pencerahannya patut dinobatkan sebagai Empu Komik yang sejajar dengan komikus-komikus klasik dari China zaman dulu. Lihat karya-karyanya yang menakjubkan seperti: Kecak Mandai, Paluh Hantu dan Dewi Krakatau), Taguan Hardjo, Bazar Sy. dan Djas.

Era 1930 – 1960
SEPERTI fakta yang kutulis dalam naskah pertama, hakekatnya sebagian terbesar seniman-seniman komik Indonesia adalah etnis Tionghoa.
Aku sepakat saja kalau kemudian R.A. Kosasih dari Bandung dinobatkan sebagai Bapak Komik Indonesia. Karya monumentalnya, Maha Bharata (40 jilid) dan Ramayana (10), memang merupakan sepasang komik wayang terbaik sepanjang masa.
Namun jauh sebelum beliau mengirimkan naskah komiknya ke penerbit Melody, Bandung, bahkan sebelum Republik Indonesia lahir (pada 17 Agustus 1945) sebenarnya sudah ada komikus-komikus Tionghoa yang melukis dan membubuhkan teks dalam bahasa Indonesia-Melayu. Tercatat dalam sejarah perkomikan, strip si Put On karya Kho Wang Gie diperkenalkan sejak awal tahun 1931 lewat halaman bawah depan koran Sin Po (hematku Kompas adalah re-inkarnasi Keng Po sedangkan Suara Pembaruan adalah titisan Sin Po).
Nama-nama legendaris pelukis komik yang berkiprah dalam kurun waktu 1930 sampai dengan 1960-an selain Kho adalah Siauw Tik Kwie, Lie Ay Poen, Kwik Ing Hoo, John Lo dan Kong Ong.
Inilah sekilas mengenai para locianpwee, sesepuh pendekar komik jadul itu:
KHO WANG GIE
Beliau mengawali dunia komik Indonesia dengan si Put On, lelaki Tionghoa gemuk bujang tua yang selalu gagal dalam masalah asmara. Tinggal bersama ibunya yang dipanggil Ne, dan dua adiknya; si Tong dan si Peng. Sedangkan sobat karibnya, A Liuk dan A Kong. Nona pujaannya, si Dortji. Dimuat saban Kamis di harian Sin Po, kemudian juga di majalah Pantja Warna yang terbit bulanan.
Menurut beliau, “Put On sebenarnya bukan nama China, melainkan nama permainan sejenis dam-daman dari bahasa Inggris.” Tak jadi soal karena kemudian si Put On yang awet membujang itu malah menjadi jauh lebih ngetop ketimbang pelukisnya.
Di usia tua, Oom Kho ganti nama jadi Sopoiku, kadang juga Soponyono. Terus membuat komik strip si Pengky di halaman belakang majalah Ria Film selama belasan tahun. Juga menerbitkan komik-komik lucu yang menjadi spesialisasinya seperti Nona A Go Go, Jali Tokcer, Si Lemot dan Agen Rahasia Bolong Jilu (013).
Beruntung aku sempat berkenalan dengan komikus veteran yang kukagumi sejak anak-anak ini. Beliau meninggal dalam usia tua di rumahnya yang asri di kawasan Kebun Jeruk, Mangga Besar, Jakarta Kota.
SIAUW TIK KWIE
Komikus besar dengan coretan berdasarkan wayang potehi. Dwilogi karyanya yang monumental, Sie Djin Koei Tjeng Tang (Sie Jin Kui Menyerbu ke Timur) dan Sie Djin Koei Tjeng See (Sie Jin Kui Menyerbu ke Barat), semula dimuat seminggu sekali di majalah Star Weekly.
Oom Siauw memang bekerja sebagai illustrator cerpen, cersil, dan cerdek, di majalah tersebut. Selain itu juga melukis sampul buku-buku cersil yang diterjemahkan oleh OKT seperti Kim Tjoa Kiam, Tjie Hong Piauw, Giok Lo Sat dan Pek Hoat Mo Lie. Ciri khas lukisannya, tokoh pendekar prianya gagah keren, pendekar wanitanya cantik galak.
Ada rencana melanjutkan dengan serial Hong Kiauw - Lie Tan (Kisah Sie Kong, cucu Sie Jin Kui), malangnya majalah Star Weekly (entah karena apa) mendadak dibreidel (!). Belakangan Oom Siauw memakai nama Otto Swastika dan menjadi pelukis kanvas sampai meninggal.
LIE AY POEN
Kalau Oom Siauw melukis untuk Star Weekly maka di majalah Pantja Warna ada Oom Lie dengan komik serial silatnya, Poei Sie Giok Pukul Loeitay.
Cerita silat terkenal itu kelak berulang kali difilmkan dengan bintang-bintang terkemuka. Antara lain yang pernah memeraninya adalah Meng Fei, Alexander Fu Shen, sampai ke Jet Li, sebagai Fang Si Yu atau bacanya Fang Se Ie (lafal Kuo Yu untuk Pui Sie Giok dalam dialek Hokkian).
Lanjutannya, Runtuhnya Kuil Siauw Liem Sie, terpaksa dihentikan di tengah jalan karena Pantja Warna pun distop penerbitannya oleh pemerintah!
KWIK ING HOO
Komiknya yang melegenda, Wiro Anak Rimba Indonesia, merupakan versi Tarzan asli Indonesia. Terdiri dari 10 jilid, merentang petualangan panjang seorang pemuda praremaja yang menjelajah ke hutan rimba dari Jawa ke Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, sampai Irian. Bersama kera, gorila, harimau dan gajahnya. Mengikuti ekspedisi flora dan fauna Dr Watson dengan kapalnya. Ketika dalam klimaks bentrok dengan sisa pasukan Dai Nippon di pedalaman Papua, satu-persatu keempat binatangnya mati terbunuh, rasanya anak-anak penggemarnya se-Indonesia menangis semua (termasuk aku tentu saja!). Sungguh sebuah komik yang takkan terlupakan bagi siapa pun yang pernah membacanya.
Kemudian dengan inisial KIH, beliau melukis sampul-sampul dan illustrasi dalam novel dan cersil terbitan Analisa, Jakarta. Beliau sendiri mukim di Solo, Jawa Tengah. Dalam usia tua beralih melukis kanvas, seperti Lee Man Fong, gemar melukis sekawanan ikan koki …
JOHN LO
Dari Bandung, segenerasi dengan R.A. Kosasih, tampil komikus Tionghoa ini. Boleh dibilang sebagai yang pertama memperkenalkan pahlawan super asli Indonesia, yakni Garuda Putih dan Putri Bintang. Tak jarang pula dua tokohnya bekerja sama dengan superheroine-nya Kosasih, Sri Asih.
Oom John pernah pula bikin komik wayang, Raden Palasara, serta komik silat China, Pendekar Piatu.
KONG ONG
Tak banyak yang kuketahui mengenai komikus asal Sumatera Utara ini. Komiknya, keluaran penerbit Casso, Medan, berjudul, Kapten Komet (1955). Cerita bersetting masa depan (pada waktu dibuat) ketika astronot Indonesia dengan roketnya telah mampu menjelajah ke planet Saturnus. Jelas diilhami dari komik Barat terkenal, Flash Gordon.
GOEI KWAT SIONG
Nama kartunis itu Goei Kwat Siong, dulu guru sekolah Tionghoa di Pekalongan. Terkena stroke di sekitar tahun 1967 dan meninggal di tahun 1975 dalam usia 56 tahun. Dari kedua anaknya, satu laki dan satu prempuan, tidak ada yang meneruskan bakat melukis mereka, kecuali di waktu muda mereka sempat menulis di koran dan majalah. Cucu-cucunya ada beberapa yang mewarisi bakat itu dan salah seorang cucunya yang senang membuat anime sekarang bekerja sebagai ilustrator di CNN di Atlanta.
Komik strip “Si Apiao” yang dimuat seminggu sekali di halaman khusus anak-anak persis di tengah-tengah majalah Star Weekly. Setelah terkumpul cukup banyak, setahun sekali komik strip itu kemudian diterbitkan menjadi buku oleh Penerbit Keng Po.
Sosok bocah cerdas-cerdik berkepala gundul plontos itu sangat digemari anak-anak. Setia menghiasi mingguan Star Weekly sampai dihentikan penerbitannya oleh pemerintah pada medio 1960-an.
Menurutku, sosok Apiao diilhami film anak-anak produksi China (RRC, bukan Hong Kong atau Taiwan) era hitam-putih 1950-an yang bertajuk “San Mao”, kisah si bocah gelandangan dengan ciri khas berambut tiga helai yang punya hokkie bagus karena diangkat anak oleh keluarga kaya (mengingatkan pada cerita anak-anak klasik Oliver Twist karya pujangga Inggris, Sir Charles Dickens). Kepopuleran Apiao di Indonesia dibuktikan lewat film “Di Balik Awan” (1963) karya Fred Young. Diceritakan tokoh pejuang terluka yang diperani Bambang Irawan (ayah Ria Irawan) dirawat dan diberi nama Si Apiao oleh ayah angkatnya, A-Tjang, seorang Tionghoa pedagang kelontong keliling yang pro Republik.

Sebenarnya ada lagi komik serial Kapten Djoni (era 1950-an) yang coretannya sangat western style, tak kalah dibanding Hogart (pelukis komik serial Tarzan asli), namun aku tak tahu siapa namanya karena tak dicantumkan!
Sementara dari barisan komikus etnis Sunda setelah Kosasih patut dicatat nama-nama S. Ardisoma dan Oerip. Sedangkan dari Jogja ada nama Abdulsalam (Djaka Tingkir) dan Nasrun AS (Putri Hidjau) yang sangat halus coretannya.
Kebesaran dan karya-karya besar mereka bagai telah dilupakan masyarakat Indonesia, bahkan juga oleh keluarga, anak-cucu sendiri. Mungkin hanya segelintir penikmat sejati komik saja yang masih mengenang mereka. Sedikit banyak mereka telah berjasa menorehkan nama harum dengan tinta bak untuk Ibu Pertiwi di bidang yang setia ditekuni sepanjang hayat …

2 komentar:

Kwee Thiam Tjing mengatakan...

Haloo,
Toean mengataken toean Kenal dengen toean Kho Wan Gie? apa toean mempoenjai Potretnja toean Kho? Kapan toean Kho Lahir?
dan kini karja toean kho sebisa-bisanja saja tampilken lagi di http://hoedjien74.multiply.com/


tabe Hoedjin Tjamboek Berdoeri

Unknown mengatakan...

Halo,
saya ingin sedikit komentar sbg pelengkap ulisan anda yg begitu menarik,
Komik kapten Johny(bukan kapten Djoni) dilukis oleh Djuki Hendarin, diterbitkan oleh toko buku Keng , Semarang.
saya masih punya 1 jilid komik asli nya, serie ke 5 : kapten Johny di negeri Mangaii. kalau minat bisa saya kirim copynya, atau kita bisa tukar menukar dengan copy komik klasik lain
salam
djokotss