Minggu, Desember 02, 2007

Sejarah Keturunan Tionghoa Indonesia


Demak, Banten,Cirebon
Pada dasawarsa2 terachir abad ke 15 di Jawa Tengah telah didirikan kerajaan Islam Demak yang berlangsung dari 1475/1478 hingga 1546/1568. Pendirinya adalah puteranya Cek Ko-Po dan berasal Palembang dimana ketika itu terdapat masyarakat Islam Tionghoa yang besar. Beliau terkenal dengan nama Raden Patah (AL Fatah), alias Jin Bun / Panembahan Jimbun / Arya (Cu-Cu) Sumangsang / Prabu Anom. Orang2 Portugis menyebutnya Pate Rodin Sr. Menurut orang Portugis Tome Pires, beliau seorang “persona de grande syso”, a man of great power of judgement, seorang satria (cavaleiro, a knight, a nobleman). Terkaan bahwa Jimbun nama suatu tempat dekat Demak tidak masuk akal. Penjelasan prof. Muljana nama Jin Bun berarti “orang kuat” dalam dialek Tionghoa-Yunnan. Semasa dynasti Yuan (Monggol) di propinsi Yunnan terdapat banyak penganut agama Islam.

Kalangan berkuasa Demak sebagian besar terdiri dari orang2 keturunan Tionghoa. Sebelum jaman kolonial pernikahan antara orang Tionghoa dengan orang Pribumi merupakan hal yang normal. Dr. Pigeaud dan Dr. de Graaf telah menggambarkan keadaan pada abad ke 16 sbb.: di kota2 pelabuhan pulau Jawa kalangan berkuasa terdiri dari keluarga2 campuran, kebanyakan Tionghoa peranakan Jawa dan Indo-Jawa. Sumber2 sejarah pihak Pribumi Indonesia menyebut, dalam abad ke 16 sejumlah besar orang Tionghoa hidup di kota2 pantai Utara Jawa. Disamping Demak, juga di Cirebon, Lasem, Tuban, Gresik (Tse Tsun) dan Surabaya. Banyak orang Tionghoa Islam mempunyai nama Jawa dan dengan sendirinya juga nama Arab. Pada jaman itu sebagai Muslimin mempunyai nama Arab meninggihkan gengsi.

Salah satu cucunya Raden Patah tercatat mempunyai cita2 untuk menyamai Sultan Turki. Menurut De Graaf dan Pigeaud, Sunan Prawata (Muk Ming) raja Demak terachir yang mengatakan pada Manuel Pinto, beliau berjuang sekeras2nya untuk meng-Islamkan seluruh Jawa. Bila berhasil beliau akan menjadi “segundo Turco” (seorang Sultan Turki ke II) setanding sultan Turki Suleiman I dengan kemegahannya. Nampaknya beliau telah mengunjungi Turki.

Sumber2 Pribumi menegaskan raja-raja Kerajaan Demak orang Tionghoa atau Tionghoa peranakan Jawa. Terlalu banyak untuk memuat semua nama2 tokoh sejarah yang di-identifikasi sebagai orang Tionghoa. Diantaranya Raden Kusen (Kin San, adik tiri Raden Patah), Sunan Bonang (Bong Ang, putera Sunan Ngampel alias Bong Swee Ho), Sunan Derajat juga putera Sunan Ngampel, Sunan Kalijaga (Gan Si Chang), Ja Tik Su (tidak jelas beliau Sunan Undung atau Sunan Kudus. Ada sumber mengatakan Sunan Undung ayah Sunan Kudus dan menantunya Sunan Ngampel), Endroseno, panglima terachir tentara Sunan Giri, Pangeran Hadiri alias Sunan Mantingan suami Ratu Kalinyamat, Ki Rakim, Nyai Gede Pinatih (ibu angkatnya Sunan Giri dan keturunannya Shih Chin Ching tuan besar (overlord) orang Tionghoa di Palembang), Puteri Ong Tien Nio yang menurut tradisi adalah isterinya Sunan Gunung Jati, Cekong Mas (dari keluarga Han, makamnya terletak didalam suatu langgar di Prajekan dekat Situbondo Jawa Timur dan dipandang suci), Adipati Astrawijaya, bupati yang diangkat oleh VOC Belanda tetapi memihak pemberontak ketika orang2 Tionghoa di Semarang berontak melawan Belanda pada thn. 1741 dan Raden Tumenggung Secodiningrat Yokyakarta (Baba Jim Sing alias Tan Jin Sing). Menurut prof. Muljana, Sunan Giri dari pihak ayahnya adalah cucu dari Bong Tak Keng, seorang Muslim asal Yunnan Tiongkok yang terkenal sebagai Raja Champa, suatu daerah yang kini menjadi bagian Vietnam. Bong Tak Keng koordinator Tionghoa Perantauan di Asia Tenggara. Ayah ibunya Sunan Giri adalah Raja Blambangan, Jawa Timur. Giri nama bukit di Gresik.

Pengaruh arsitektur Tionghoa terlihat pada bentuk mesjid2 di Jawa terutama di daerah2 pesisir bagian Utara. Agama Islam yang pertama masuk di Sumatera Selatan dan di Jawa mazhab (sekte) Hanafi. Datangnya melalui Yunnan Tiongkok pada waktu dynasti Yuan dan permulaan dynasti Ming. Prof. Muljana berpendapat bila agama Islam di pantai Utara Jawa masuknya dari Malaka atau Sumatera Timur, mazhabnya Syafi’i dan/atau Syi’ite dan ini bukan demikian halnya. Beliau menekankan mazhab Hanafi hingga abad ke 13 hanya dikenal di Central Asia, India Utara dan Turki. Meskipun agama Islam pada abad ke 8 sudah tercatat di Tiongkok, Mazhab Hanafi baru masuk Tiongkok jaman dynasti Yuan abad ke 13, setelah Central Asia dikuasai Jengiz Khan.

Kepergian banyak Muslim Tionghoa (exodus) dari Tiongkok terjadi pada thn.1385 ketika diusir dari kota Canton. Jauh sebelum itu, Champa sudah diduduki Nasaruddin jendral Muslim dari Kublai Khan. Jendral Nasaruddin diduga telah mendatangkan agama Islam ke Cochin China. Sejumlah pusat Muslim Tionghoa didirikan di Champa, Palembang dan Jawa Timur.

Ketika pada thn.1413 Ma Huan mengunjungi Pulau Jawa dengan Laksamana Cheng Ho, beliau mencatat agama Islam terutama agamanya orang Tionghoa dan orang Ta-shi (menurut prof. Muljana orang2 Arab). Belum ada Muslimin Pribumi. Pada thn.1513-1514 Tome Pires mengambarkan kota Gresik sebagai kota makmur dikuasai oleh orang2 Muslim asal luar Jawa. Pada thn. 1451 Ngampel Denta didirikan oleh Bong Swee Ho alias Sunan Ngampel untuk menyebarkan agama Islam mazhab Hanafi diantara orang2 Pribumi. Sebelum itu beliau mempunyai pusat Muslim Tionghoa di Bangil. Pusat ini ditutup setelah bantuan dari Tiongkok berhenti karena tahun 1430 hingga 1567 berlaku maklumat kaisar melarang orang2 Tionghoa untuk meninggalkan Tiongkok.

Sangat menarik perhatian karena saya alami sendiri, setidak2nya hingga jaman pendudukan Jepang, rakyat kota Malang Jawa Timur masih mempergunakan sebutan “Kyai” untuk seorang lelaki Tionghoa Totok. Kyai berarti guru agama Islam. Padahal yang dijuluki itu bukan orang Islam. Kebiasaan tsb peninggalan jaman dulu. Gelar Sunan berasal dari perkataan dialek Tionghoa Hokkian “Suhu, Saihu”. 8 Orang Wali Songo mazhab Hanafi bergelar Sunan. Satu dari Wali Songo mazhab Syi’ite bergelar Syeh dari bahasa Arab Sheik.

Kesimpulan wajar, para aktivis Islam mazhab Hanafi di Asia Tenggara semasa itu semuanya orang Tionghoa. Sedikit banyak dapat dipersamakan dengan penyebaran agama Kristen dari Eropa ke lain-lain benua. Hingga abad ke 19 kaum penyebar diatas tingkat lokal dapat dikatakan semuanya orang Eropa. Tanah Tiongkok hampir seluas Eropa. Membuat perbandingan dengan Tiongkok tidak dapat dilakukan dengan salah satu negara Eropa tetapi harus dengan seluruh Eropa. Seperti juga suku2 Eropa dengan bahasa2nya berbeda satu sama lain, demikian pula terdapat perbedaan antara suku2 dengan bahasa2nya di Tiongkok. Keunggulan Tiongkok memiliki tulisan ideogram yang dapat dimengerti meskipun bahasanya berlainan.

Lit.:

- De Graaf and Pigeaud “De eerste Moslimse Vorstendommen op Java”, “Islamic states in Java 1500-1700″.

- Amen Budiman “Masyarakat Islam Tionghoa di Indonesia”.

- Slametmuljana (dalam buku bahasa Inggris ini, nama penulisnya disambung menjadi satu) “A story of Majapahit”.

- Slamet Muljana “Runtuhnya keradjaan Hindu Djawa dan timbulnja negara2 Islam di Nusantara”.

- Jan Edel “Hikajat Hasanoeddin”.

Kerajaan Islam Demak runtuh disebabkan perang saudara antara cucu2nya Jin Bun (Raden Patah).

Raja2 Demak adalah:
o Jin Bun alias Al-Fatah (Raden Patah) 1478 - 1518
o Yat Sun alias Adipati Yunus 1518 - 1521
o Tung Ka Lo alias Trenggana 1521 - 1546
o Muk Ming alias Sunan Prawata 1546 - 1546

Muk Ming dikalahkan dan terbunuh oleh Arya Penangsang Jipang, seorang cucu lain dari Raden Patah. Penangsang Jipang sendiri kemudian dibunuh oleh iparnya Muk Ming. Kerajaan Islam Demak tiada lagi karena ipar tsb mempunyai negara sendiri di Pajang di pedalaman Jawa Tengah dan merupakan orang Islam mazhab Shi’ite, bukan mazhab Hanafi.

Angkatan Laut Demak dua kali dengan sia2 menyerang kekuatan Portugis di Malaka dan satu kali di Maluku.

Namun pada tahun 1526-1527 Sunan Gunung Jati alias Fatahillah / Toh A Bo / Pangeran Timur, panglima kerajaan Demak, merebut Sunda Kalapa dan berhasil mengusir orang Portugis yang datang dengan maksud membangun benteng. Nama Sunda Kalapa oleh beliau diganti menjadi Jayakarta. Prof. Djajadiningrat menterjemahkan arti Jayakarta sebagai “kemenangan yang tercapai” (volbrachte zege, achieved victory). Dr. de Graaf menyebut adanya laporan sejarawan Portugis bernama de Couto yang mengatakan pada tahun 1564 the martial king of Aceh Ala’ad-Din Shah telah minta pada “Raja Demak, Kaisar Jawa” (o Rey de Dama, Imperador do Jaoa) untuk membantu ekspedisinya menghadapi orang Portugis di Malaka. Nampaknya 18 tahun setelah runtuhnya kerajaan Demak, di tempat tsb masih terdapat kekuasaan yang oleh the mighty king of Aceh dipandang cukup berkuasa untuk diajak bersekutuan. Pada tahun 1574, jauh setelah kerajaan Demak tiada lagi, Ratu Kalinyamat dari Japara, cucu perempuan Raden Patah, masih merasa cukup kuat untuk mengirim kapal2 perang menyerang orang Portugis di Malaka.

Setelah merebut Sunda Kalapa, Sunan Gunung Jati menjadi Sultan Banten dan membentuk masyarakat Islam disana. Kesultanan Banten kemudian beliau serahkan kepada Hasanuddin, puteranya, dan yang belakangan ini oleh tradisi Jawa dipandang sebagai raja Banten yang pertama. Pada tahun 1552 Sunan Gunung Jati datang ke masyarakat Muslim Tionghoa di Cirebon. Beliau kecewa dengan adanya saling bunuh-membunuh antara cucu2nya Raden Patah. Sunan Gung Jati mengabulkan permintaan Haji Tan Eng Hoat alias Maulana Ifdil Hanafi untuk mendirikan kesultanan di Cirebon seperti Demak dulu. Sebagai orang yang sudah berumur lanjut beliau menjadi sultan Cirebon yang pertama, menikah dengan puterinya Haji Tan Eng Hoat dan putera mereka menjadi Sultan Cirebon yang ke II.

Orang membayangkan bagaimana jalannya sejarah dunia bila kaisar Tiongkok T’ai-tsu tidak kehilangan perhatian terhadap dunia luar. Antara 1430 dan 1567 orang Tionghoa dilarang meninggalkan tanah leluhurnya. Angkatan Laut Tiongkok yang canggih dengan teknologi yang jauh lebih tinggi tingkatnya daripada kapal2 Eropa, diterlantarkan. Tahun 1431 yaitu 61 tahun sebelumnya Columbus, kapal-utama Laksamana Cheng Ho berukuran 140 meter, sedangkan panjangnya kapal Columbus hanya 30 meter. Peninggalan2 yang diketemukan menunjukkan Australia dan Amerika Latin telah dikunjungi oleh pelaut2 Tionghoa. Adanya angin2 Timur serta arus2 Pacific dewasa itu jelas sudah diketahui orang Tionghoa. Kapal2 Tiongkok mempergunakan watertight bulkheads sedari abad ke 2 Masehi (2nd century AD). Prinsip tsb baru dikenal di Eropa sekitar tahun 1800, seribu enam ratus tahun kemudian. Seumpamakata armada Cheng Ho tidak dipereteli dan terjadi konfrontasi dengan kapal2 perang Eropa, Tiongkok tidak akan tertidur, tidak akan kepergok dalam keadaan lemah. Dengan perang-candu (1839 - 1842) Inggris memaksa Tiongkok untuk mengijinkan impor candu yang telah menghancurkan tenaga rakyat secara besar2an. Selama satu abad setelah perang-candu, Tiongkok hampir ambruk diserang Inggris, Jerman, Perancis, Jepang dll negara yang sedang jaya.

Dr. Kwee Swan Liat mengutip sejarawan Inggris Joseph Needham sbb.: Ilmu pengetahuan modern berdiri atas dasar teknologi abad pertengahan yang sebagian besar bukan asal Eropa. Selama abad ke 1 hingga abad ke 14 Masehi, Tiongkok telah membanjiri Eropa dengan penemuan2, tanpa Eropa mengetahui dari mana asalnya. Teknik2 numerational dan computational, pengetahuan dasar magnetical phenomena, efficient equine harness, teknologi besi dan baja, penemuan bahan peledak dan kertas, lonceng mekanik, driving belt, chain-drive, cara standard converting rotary to rectilinear motion, segmental arch bridges, nautical techniques seperti stern-post rudder, imunisasi, inokulasi dsb. Semua ini mengakibatkan kegemparan di dunia Barat. William Harvey sebelum tahun 1616 telah menemukan adanya aliran darah dalam tubuh manusia. Hal itu di Tiongkok sudah dikenal lima ratus tahun duluan.

Pada tahun 1574 Lim Ah Hong, seorang yang berada diluar perlindungan hukum (an outlaw) mengepung benteng Spanyol di Pilipina serta nyaris merebut Manila. Kemampuan seorang outlaw Tionghoa untuk mengguncangkan kekuasaan Spanyol di Asia, membuat gubernur Spanyol mengingini hubungan baik dengan kaisar Tiongkok. Tahun 1661 Koxinga mengalahkan Belanda di Taiwan. Satu tahun kemudian beliau mengirim ultimatum kepada penguasa Spanyol di Pilipina untuk menyerah kepadanya atau dihancurkan. Sayang tahun itu juga, ketika orang2 Spanyol sedang panik memperkuat benteng2 pertahanannya, datang berita Koxinga meninggal dunia.

Lain dari apa yang diajarkan di sekolah2 Belanda, penemuan bahan peledak di Tiongkok tidak hanya dipergunakan untuk mercon saja. Sedari permulaan, bahan peledak dipergunakan untuk keperluan2 militer. Pada dynasti T’ang (618-907) bahan peledak “nitre” dan alkimia Tionghoa dikenal orang2 Arab dan Persia sebagai “salju Tionghoa” dan “garam Tionghoa”. Abad ke 13 bahan peledak Tionghoa mulai dikenal Eropa melalui orang Arab yang masa itu berkuasa di Spanyol. Buku2 Arab jaman itu mencatat “botol2 besi” yang dipergunakan oleh tentara Monggol dalam abad ke 13. Pihak Arab memperoleh bermacam2 senjata api lewat orang Monggol. Antara lain senapan2 sederhana dan senapan petir. Tidak lama kemudian orang Arab dapat membuatnya sendiri. Senjata dan roket Arab “Qidan” berdasarkan model2 Tionghoa. Dewasa itu Tiongkok di Eropa terkenal sebagai Qidan. Baru tahun 1326 Inggris, Perancis dan lain negara2 Eropa untuk pertama kalinya membuat alat2 perang yang berasal Tiongkok ini. Senjata-api “blunderbus” yang dipergunakan di Eropa sekitar permulaan abad ke 14 asal-usulnya di Tiongkok.

Lit.:

- Zhou Jiahua “The history of gunpowder and weapons in China”

- Catalogue D/1988/2111/06 exhibition “China Heaven and Earth. 5000 Years inventions and discoveries” Brussels Sept 88 - Jan 89. Institute K.U. Leuven.

Tidak ada komentar: